Ini Penyebab Pengembang Sulit Bangun Rumah Untuk MBR

Ini Penyebab Pengembang Sulit Bangun Rumah Untuk MBR

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Senin, 29 Agu 2016 14:37 WIB
Ini Penyebab Pengembang Sulit Bangun Rumah Untuk MBR
Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta - Pemerintah sepakat untuk menyederhanakan masalah perizinan pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sejumlah perizinan berhasil dipangkas sehingga mengurangi waktu perizinan dan menekan biaya proses perizinan hingga 70%.

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus mengatakan, biaya perizinan yang mahal telah menggerus margin alias pendapatan para pengembang. Sehingga pengembang menahan diri melakukan pembangunan rumah murah untuk MBR.

Di satu sisi pengembang dibebani oleh biaya perizinan yang mahal, di sisi lain harga rumah yang dijual tidak bisa terlalu tinggi karena sudah dibatasi oleh pemerintah. "Karena harga rumah MBR dikontrol oleh pemerintah sehingga profit margin tidak bisa terlalu tinggi, pengembang yang masuk ke market itu (pasar rumah murah) pun menjadi selektif," ungkapnya dalam acara diskusi di Hotel Ambhara, Jakarta selatan, Senin (29/8/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya perizinan, para pengembang tak jarang juga harus menghadapi kendala sulitnya menemukan lahan yang tersedia bagi MBR sehingga bisa strategis dan terjangkau berdasarkan lokasi. "Jadi sebetulnya masalah yang paling krusial itu adalah masalah tanah dan perizinan. Masalah tanah ini masih belum dibenahi. Masih dalam proses," tambahnya.

Selain dua kendala itu, Maurin menyebut, masih ada banyak kendala lain yang menghambat pengembang melakukan pembangunan rumah murah untuk MBR.

"Masalah tenaga kerja juga, kan selama ini tenaga kerja (tukang bangunan). Tukang bangunan banyak didatangkan dari Jawa. Bayangkan kalau buat rumah tenaga kerjanya dari Jawa, harganya pasti jauh lebih mahal. Masalah listrik yang belum tersambung juga. Kan nggak mungkin kita paksa orang menghuni rumah yang belum tersambung listrik. Misalnya lagi jalan dari komplek ke jalan utama sangat jelek. Kalau harga material, seperti di Papua, harga semen di sana kan mahal. Kalau misalnya harga semen bisa diturunkan, mungkin bisa menurunkan harga rumah," tutur dia.

Kendala-kendala ini lah yang selama ini membuat pengembang enggan masuk ke sektor perumahan murah. Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terbaru mengenai penyederhanaan perizinan ini melalui Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XIII.

Sementara itu dari sisi permintaan, pemerintah berupaya dengan memberikan bantuan melalui bantuan-bantuan subsidi seperti Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Bantuan Uang Muka (BUM). "Sekarang dengan anggaran SSB Rp 2 triliun, bisa 500-600 ribu unit rumah yang dibangun. Kalau BUM, anggarannya Rp 1,2 triliun. Itu bisa untuk 300 ribu unit," pungkasnya.


(dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads