Pasalnya, tingginya pertumbuhan urbanisasi tidak diiringi dengan penyediaan rumah yang dapat dijangkau oleh masyarakat yang melakukan urbanisasi ini. Seperti diketahui, penyediaan sektor perumahan memiliki multiplier effect yang mendorong tumbuhnya industri-industri lain, mulai dari saat membangun, yakni kayu, paku, semen dan sebagainya, hingga saat menempati rumah, yakni kebutuhan-kebutuhan furnitur dan rumah tangga.
"Jadi sebetulnya kalau suatu ekonomi ingin membuat pertumbuhan ekonomi dalam negerinya sustainable dan sehat, dan cukup tinggi, dan disertai daya beli maka strategi membangun perumahan menjadi sangat penting," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam paparannya pada acara Investor Gathering 2017 di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (27/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini menjadi semakin pelik, lantaran penyediaan rumah yang dapat dijangkau bagi masyarakat urban atau perkotaan saat ini masih minim. Di Indonesia, kebutuhan penyediaan rumah bagi masyarakat berkisar antara 820 ribu hingga 1 juta rumah per tahunnya. Di mana kebutuhan ini bisa dipenuhi sekitar 40% oleh private sector, sedangkan yang berasal dari intervensi pemerintah hanya sekitar 20%.
"Sehingga kita sisanya adalah sekitar 40% kebutuhan perumahan ini diperoleh informal oleh swadaya oleh masyarakat sendiri. Dan ini adalah suatu persoalan yang harus dipecahkan oleh pemerintah," pungkas Sri Mulyani. (mkj/mkj)











































