Bom Waktu Australia: Warganya Kebanyakan Utang KPR

Bom Waktu Australia: Warganya Kebanyakan Utang KPR

Wahyu Daniel - detikFinance
Rabu, 26 Apr 2017 12:04 WIB
Bom Waktu Australia: Warganya Kebanyakan Utang KPR
Foto: Wahyu Setyo Widodo
Sydney - Utang dari kredit kepemilikan rumah (KPR) warga Australia cukup tinggi. Para ahli ekonomi menyatakan, kondisi ini menjadi bom waktu bagi ekonomi Australia. Bila terjadi guncangan kredit macet, krisis ekonomi bisa terjadi.

Sejauh ini, Australia merupakan salah satu negara maju yang ekonominya berkinerja baik. Namun tingginya harga properti membuat utang KPR warga Australia naik.

Menurut data Bank of International Settlements, rasio kredit properti terhadap PDB di Australia mencapai 123%, posisi kedua terbesar setelah Swiss.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Angka rasio tersebut melebihi angka di AS, Spanyol, dan Irlandia sebelum krisis perumahan terjadi di 2008 lalu. Agen pemeringkat, Moody's, dalam laporannya di bulan ini juga mengingatkan soal kondisi tersebut.

"Harga rumah di negara ini berbahaya. Bila dibandingkan dengan krisis keuangan global di 2008 lalu, kita (Australia) lebih rapuh, dan pertahanan lemah," kata Ekonom dari Australia, Chris Richardson, dilansir dari AFP, Rabu (26/4/2017).

Meski begitu, Australia sejauh ini memiliki kondisi ekonomi yang cukup kuat. Dalam 26 tahun terakhir, tidak pernah terjadi resesi di negeri kanguru tersebut. Saat krisis keuangan global hebat terjadi 2008 lalu, China selamat karena masih besarnya permintaan komoditas dari China.

Kini, tingkat suku bunga acuan di Australia turun ke angka terendah, yaitu 1,5%. Bunga rendah ini untuk menggenjot ekonomi yang ingin berubah, dari sebelumnya bergantung pada pertambangan. Namun rendahnya suku bunga membuat pasar properti makin panas.

Menurut data OECD, rata-rata harga rumah di Sydney saat ini adalah Aus$ 1,1 juta (US$ 830.000) atau sekitar Rp 11 miliar, angka ini naik 250% sejak pertengahan 1990an.

Kenaikan gaji di Australia tidak terlalu tinggi dibandingkan pertumbuhan harga properti. Sehingga masyarakat dipaksa untuk mengeluarkan uang lebih besar untuk menyicil kredit properti yang dibelinya.

Gubernur Reserve Bank of Australia, Philip Lowe, sempat memberikan peringatan soal kondisi ini. Reserve Bank of Australia adalah bank sentral di negara tersebut.

"Para pemberi utang berasumsi, masyarakat bisa hidup lebih hemat dari saat ini, sehingga ada pengaman bila situasi berjalan tidak baik," kata Lowe.

Situasi tingginya harga rumah dan besarnya utang KPR masyarakat di Australia, persis seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS) sebelum krisis 2008 terjadi.

Namun ekonom lain mengatakan, masyarakat Australia akan melakukan apapun untuk menghindari tunggakan cicilan KPR mereka.

"Warga Australia akan mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah swasta, menjual mobil, tidak liburan, dan melakukan hal apapun demi menghindari tunggakan KPR," kata ekonom, Saul Eslake.

"Bila suku bunga naik, maka pengeluaran cicilan kredit properti akan makin besar, dan mereka harus berhemat untuk hal lain. Inilah risiko dari pertumbuhan ekonomi, bukan risiko dari stabilitas keuangan," imbuh Saul.

Bank sentral Australia enggan menaikkan suku bunga acuan, untuk meredam tingginya harga properti dan utang properti masyarakat. Pemerintah Australia saat ini memberantas pembelian properti ilegal oleh warga asing. Kemudian ada pajak tambahan untuk warga asing yang membeli properti. (dnl/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads