Meski masih ada masyarakat yang membeli rumah subsidi tersebut, namun penyediaan rumah tak lagi menjawab manfaat yang dibutuhkan oleh masyarakat lantaran dirasa tak mendukung efisiensi dalam beraktivitas.
"Kalau mau sediakan rumah di tengah kota, itu harga enggak mungkin masuk. Harga sudah terlalu tinggi. Makanya pemerintah, seharusnya ketika bangun infrastruktur, atau kalau mau bangun (rumah) yang jauh, harus terkoneksi dengan jalan dan aksesibilitas infrastruktur yang memadai," kata Chief Executive Officer (CEO) Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda saat dihubungi detikFinance di Jakarta, Senin (24/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu yang musti diperhatikan, jangan sampai nanti infrastruktur masuk, harga tanah sudah naik lagi. Jadi sebelum infrastruktur masuk, harusnya pemerintah mengamankan tanah-tanah itu agar bisa dibangun rumah murah," tutur Ali.
Menurutnya, rumah murah yang diberikan fasilitas subsidi oleh pemerintah saat ini tak sedikit yang lokasinya jauh dari aksesibilitas transportasi. Namun jika rumah dibangun di wilayah perkotaan saat ini, sangat tidak mungkin dibangun rumah murah lantaran harga tanah yang terlanjur melambung tinggi.
"Jadi yang menengah ke bawah itu kan makin lama bergeser ke pinggiran. Cuma kalau dia makin lama bergeser ke pinggiran, seharusnya pemerintah bisa menyediakan juga rumah yang terkoneksi dengan simpul-simpul transportasi," ucapnya.
Hal tersebut kata dia tampak dari pertumbuhan penjualan rumah subsidi pemerintah yang menurutnya tak terlalu tinggi atau relatif sama, meski lebih baik dari penjualan rumah bagi kelas menengah atas.
"Yang menengah bawah relatif kan pertumbuhannya enggak terlalu tinggi. Tapi penjualan, kalau kita lihat di menengah bahwa itu semenjak Semester II 2016 sudah naik atau sudah tumbuh dibandingkan menengah atas," pungkasnya. (dna/dna)











































