Lewat program ini, pemimpin baru Ibu Kota tersebut menjanjikan masyarakat bisa membeli rumah tanpa uang muka atau bisa dicicil di belakang.
Seperti diketahui, uang muka selama ini diyakini menjadi momok dalam kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah. Namun khusus untuk Jakarta, soal DP ternyata tak terlalu menjadi masalah penting dalam penyediaan hunian bagi masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sih lebih cenderung melihat, lahannya itu nanti di mana. Artinya kalau DP itu skema. Itu bisa dibuat, tapi masalahnya kalau anggaran sudah ada, tanahnya di mana? Dari dulu kan dibilang tanahnya ada, tapi di mana?" kata Ali kepada detikFinance saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/10/2017).
Menurutnya, untuk memenuhi target penyediaan rumah secara masal di Jakarta, tak bisa memanfaatkan tanah-tanah yang dimiliki swasta. Karena harganya sudah sangat mahal dan akan sangat berpengaruh ke harga rumah yang dibangun.
Untuk itu, dia menyarankan adanya skema kerja sama pemanfaatan aset-aset BUMD atau BUMN yang ada di Jakarta untuk menyediakan lahan rumah yang dibangun. Namun demikian, hak kepemilikannya bukan berupa hak milik melainkan hak pengelolaan yang dibatasi dalam jangka waktu tertentu.
"Kalau kita mau buat rusunami, ujung-ujungnya memang bukan masalah pembiayaan, tapi masalah lahan. Tanahnya di mana? Karena saat ini tanah-tanah yang ada itu enggak bisa lagi hak milik. Yang paling mungkin itu tanah BUMD, BUMN atau tanah Pemda yang memang bisa dimanfaatkan. Tapi statusnya bukan hak milik. Pakainya HPL. Karena itu yang paling mungkin," jelas Ali.
Selain itu, insentif dari pemerintah juga perlu diperjelas. Pasalnya penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya MBR membutuhkan insentif dari pemerintah untuk meningkatkan daya beli.
"Mungkin ini harus perlu revisi, enggak harus hak milik dan lain-lain. Artinya perlu ada terobosan bekerja sama dengan BUMN atau BUMD, atau tanah-tanah Pemda," tukasnya. (eds/dna)