Besaran DP KPR Tak Jadi Masalah Buat 'Kids Jaman Now'

Besaran DP KPR Tak Jadi Masalah Buat 'Kids Jaman Now'

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Rabu, 17 Jan 2018 14:17 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Uang muka atau down payment (DP) biasanya menjadi hambatan terutama bagi orang yang ingin membeli rumah. Namun, hal ini dianggap tak jadi persoalan untuk kaum milenial atau generasi muda (kids jaman now) yang belakangan diisukan bakal sulit punya rumah lantaran harga rumah yang kian tinggi.

Country Manager Rumah123.com, Ignatius Untung menganggap, penurunan besaran DP tak lantas menyelesaikan permasalahan membeli rumah. Pasalnya, dengan DP yang murah, tentu ada harga yang harus ditanggung lewat besaran cicilan yang lebih besar.

"DP itu lebih mudah terselesaikan. Karena orang zaman sekarang cukup makmur kok. Orang tua juga masih support. Artinya, DP itu bisa diselesaikan dengan, misalnya kita punya barang, motor atau apa dijual pun bisa jadi DP. Kita minta tolong orang tua bisa jadi DP. Tapi kalau cicilan, itu enggak bisa," katanya dalam acara Property Outlook di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Generasi milenial sendiri dianggap menjadi sasaran pasar properti paling potensial saat ini. Untung menuturkan, saat ini setidaknya sekitar 40% kelompok pembeli properti di Indonesia didominasi oleh generasi milenial dan akan terus bertambah sampai 70% di tahun 2030 nanti.

"Milenial adalah market yang tidak boleh diabaikan. Behavior milenial berbeda dengan Gen X dan Boomers, kita harus mulai memahami apa keinginan mereka," ujarnya.

Untung menjelaskan, pembeli dengan kategori milenial di rumah123.com tercatat tumbuh pada tahun lalu, meski bukan yang paling besar pertumbuhannya. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok ini perlu terus diedukasi mengenai pentingnya membeli rumah sejak dini, mengingat adanya tren perubahan pola belanja di masyarakat saat ini yang cenderung menghabiskan uang untuk berlibur.

"Kalau ngomong ada shifting pola pikir, itu lebih karena kekurangan edukasi saja. Artinya kalau kita tahu hitungannya bahwa rumah semakin lama, semakin susah dibeli (harga tinggi), itu memang akan berubah. Ternyata masih ada yang beli, karena mereka sadar kalau makin ditunda makin enggak bisa beli. Jadi kekurangan edukasi yang membuat orang menunda," pungkasnya. (eds/ara)

Hide Ads