Jakarta -
Lippo Group melalui anak usahanya PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) menggarap proyek properti bernama Meikarta di Cikarang, Jawa Barat. Proyek ini tengah tersandung kasus hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran direksi pengembang diduga menyuap sejumlah pejabat Pemda Kabupaten Bekasi untuk memuluskan perizinan proyek Meikarta.
Polemik izin Meikarta sudah lama terdengar sejak proyek ini didengungkan pada Mei 2017 lalu. Wakil Gubernur Jawa Barat kala itu, Deddy Mizwar meminta proyek ini disetop lantaran belum mendapatkan rekomendasi pemerintah provinsi (Pemprov).
Selanjutnya disebutkan Pemprov Jawa Barat hanya memberikan rekomendasi penggunaan lahan untuk proyek Meikarta seluas 84,6 hektare (ha). Sementara Meikarta akan dikembangkan hingga 500 ribu Ha. Saat ini sejumlah proyek pengembangan kawasan hunian pun sudah mulai dibangun di lokasi yang luasnya lebih dari 84,6 Ha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono buka suara menanggapi polemik mengenai proyek ini. Bagaimana penjelasannya? Baca selengkapnya di sini:
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan bahwa izin penggunaan lahan yang baru keluar untuk proyek Meikarta baru seluas 84 hektar. Dia mengaku pihaknya telah menyurati Kabupaten Bekasi agar pengembang Meikarta menyetop sementara proyek tersebut sejak Maret tahun ini karena dinilai belum sesuai rencana tata ruang Bekasi.
Sofyan mengungkapkan sisa izin yang belum keluar tersebut masih terkendala di pemerintah daerah (Pemda). Namun ia belum mengetahui jumlah pasti lahan yang seharusnya diajukan izinnya.
"Yang sudah selesai itu adalah 84 hektar. Izin itu (sisanya) masalah perizinan di tingkat pemda. Berapa luas lagi yang belum? Nggak tahu, karena kita baru tahu kalau mereka sudah mengajukan. Tapi mereka belum mengajukan, kita belum tahu," jelas dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Dia bilang skandal yang terjadi di proyek Meikarta juga dikarenakan lamanya proses. Akhirnya pihak pengembang memilih jalan pintas untuk melakukan suap dan ditangkap pihak KPK.
"Itu supaya diselesaikan sesuai peraturan perizinan yang berlaku. Jadi, itu surat kita sudah dilaksanakan karena izinnya lama dan apa itu makanya mereka cari jalan pintas dan akhirnya ketangkap KPK," tambahnya.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menjelaskan, pihaknya tak mencampuri urusan perizinan proyek Meikarta lantaran wewenang terkait pengurusan izin proyek tersebut berada di daerah. Dia mengaku hal ini sempat ditanyakan oleh banyak orang.
"Itu adalah organisasinya Kabupaten Bekasi. Namanya saja beda, pekerjaan umum dan penataan ruang. Kalau kami kan pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Jadi nggak ada hubungannya dengan Kementerian. Banyak sekali pertanyaan karena PUPR. Bahkan bukan hanya bapak-bapak, Presiden pun kalau ada itu pasti nelpon. Kayak naksir "oh, ono opo iki PUPR'," katanya saat ditemui di kantornya, Jumat (19/10/2018).
Seperti diketahui, beberapa pejabat pemerintah daerah setempat yang diciduk KPK soal Meikarta beberapa waktu lalu di antaranya adalah pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yakni Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), dan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
Lantaran organisasinya yang berbeda, maka pengurusan izin pembangunan Meikarta dilakukan di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Bekasi. Namun Basuki tak menampik, bahwa praktik suap memang rentan ditemui pada kasus-kasus seperti ini, terutama mengenai perizinan.
"Memang di lingkup PUPR ini sangat rentan yang begitu-begitu. Apa lagi pengadaan barang dan jasa. PUPR ini kan pengadaan barang dan jasa dan pemerintahan seperti perizinan. Kalau di Kementerian PUPR misalnya ditjen Bina Konstruksi. Kalau yang Ditjen itu yang pengadaan barang dan jasa. Itu yang rentan-rentan. Dan itu sangat mudah sekali kita tergoda," ungkapnya.
Proyek pengembangan kawasan hunian Meikarta di Bekasi ternyata masih terganjal soal perizinan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi.
Hal tersebut diungkapkan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang mendapatkan laporan dari Walikota Bekasi bahwa proyek tersebut belum mengubah izin RTRW nya dari lahan pertanian menjadi kawasan hunian.
"Yang jelas kalau yang saya ikutin, RTRW nya (Meikarta) itu memang belum masuk ke dalam RTRW. Tadi saya ketemu Pak Walikota Bekasi, saya tanyain kenapa itu Meikarta? Oh iya Pak, itu karena belum masuk di dalam RTRW. Padahal RTRW itu bisa direvisi setiap lima tahun sekali kalau mau diperbaharui," katanya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (19/10/2018).
"Jadi mungkin di situ RTRW nya masih kegiatan pertanian, bukan permukiman. Kalau mau diubah, ya dia musti diubah jadi kawasan permukiman," lanjut dia.
Basuki mengatakan, seluruh lokasi yang akan dibangun Meikarta tersebut belum menuntaskan izin perubahan RTRW-nya. Sementara sebelumnya Ketut Budi Wijaya, CEO Meikarta pernah mengklarifikasi bahwa awalnya proyek itu mendapatkan izin untuk 350 hektar termasuk untuk proyek Orange County. Kemudian izin diperluas hingga 500 ha.
Namun proyek ini ada persoalan lain dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar), Deddy Mizwar pada Agustus 2017 sempat meminta Lippo Grup untuk menghentikan sementara proyek karena belum mendapatkan rekomendasi dari pemprov. Pemprov Jabar hanya memberikan rekomendasi izin 84,6 hektar untuk lahan proyek Meikarta.
"Jadi utamanya kalau di Meikarta itu belum masuk di dalam RTRW, kemudian ada perizinan-perizinan yang sangat rentan dengan yang begitu (suap)" tuntas Basuki.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan RTRW selalu diperbaharui setiap lima tahun sekali, sehingga penting bagi setiap infrastruktur atau pembangunan yang ada untuk menyesuaikan dengan RTRW tersebut. Dia bilang, pihak yang melanggar RTRW merupakan pelanggaran pidana.
"Kayak misalnya MRT, LRT, itu pasti kita masukkan dulu ke dalam RTRW, kalau nggak, melanggar. Itu pidana kalau dilanggar," kata Basuki saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Untuk itu, suatu rencana pembangunan seharusnya tak bisa dimulai sebelum menyesuaikan ke dalam RTRW daerah setempat. Hal ini pernah terjadi pada pembangunan Bendungan Pidekso di Wonogiri yang harus lama tertunda lantaran belum menyelesaikan penyesuaian kepada RTRW daerah setempat.
"Padahal itu sudah lama sekali, baru kita mulai tahun lalu," kata Basuki.
Basuki sendiri memandang permasalahan terkait RTRW ini menjadi pintu yang membuka jalan ke kasus-kasus seperti yang terjadi di Meikarta. Namun demikian hal ini menjadi wewenang pemerintah daerah setempat lantaran struktur organisasinya berbeda dengan pemerintah pusat.
"Saya tadinya pertama kali sudah bilang, oh ini kok nggak ada tangan kita di situ. Jadi saya sebenarnya interest saya, misalnya saya mau bangun bendungan, bikin amdal. Tapi kalau pengembangannya sekian puluh Ha, mestinya saya harus punya (andil). Nah ini sekarang belum punya. Itu kan mengubah kebutuhan air minumnya, mengubah transportation mode nya. Ini tapi kami nggak punya tangan ke situ (Meikarta)" jelas Basuki.
Halaman Selanjutnya
Halaman