Heboh Warga Tebus Sertifikat Tanah Rp 2,5 Juta, Seharusnya Gratis

Heboh Warga Tebus Sertifikat Tanah Rp 2,5 Juta, Seharusnya Gratis

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 07 Feb 2019 06:25 WIB
1.

Heboh Warga Tebus Sertifikat Tanah Rp 2,5 Juta, Seharusnya Gratis

Heboh Warga Tebus Sertifikat Tanah Rp 2,5 Juta, Seharusnya Gratis
Ilustrasi Foto: Wisma Putra
Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menampik kabar pengurusan sertifikat tanah harus membayar jutaan rupiah. Pihak BPN menegaskan tidak memungut biaya apapun dalam pengurusan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Seorang warga di Pondok Cabe Ilir, Tangerang Selatan, bercerita keluarga diminta membayar Rp 2,5 juta untuk menebus sertifikat tanah, padahal seharusnya gratis.

Sertifikasi tanah lewat PTSL memang cuma-cuma tanpa biaya. Bagaimana penjelasan pihak BPN sebagai kementerian yang mengatur program ini mengenai kabar miring yang beredar?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Simak rangkuman informasi detikFinance mengenai hal tersebut, silakan klik halaman berikutnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil menegaskan bahwa pihaknya dari Kementerian ATR tidak pernah melakukan pungutan apapun dalam menjalankan program PTSL kepada masyarakat. Dia mengindikasikan ada praktek pungli pada pejabat di tingkat desa seperti RT dan RW.

"Sertifikat gratis dan BPN tidak pernah mengambil apapun. Tetapi di tingkat desa, RT, RW, itu dulu ada kelompok masyarakat yang kadang-kadang melakukan pungli," kata dia di sela-sela konferensi pers rakernas, Jakarta, Rabu (6/2/2019).

Sofyan mengatakan agar masyarakat jangan sampai mau memberikan pungutan-pungutan diluar ketentuan. Dia mengatakan kasus pungli ini memang sudah menjadi penyakit di Indonesia.

"Waktu menyerahkan sertifikat masyarakat juga melapor kalau dimintakan uang, jangan dikasih. Jadi memang ini adalah penyakit lama yang perlu pelan-pelan disosialisasi bahwa ini program pemerintah gratis. Kalaupun anda harus bayar, di luar Jakarta sesuai aturannya," terang Sofyan.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan pihaknya sulit melakukan tindakan karena pungli tersebut banyak tak dilaporkan oleh masyarakat. Alasannya, masyarakat malas melapor.

"Yang jadi sulit kita tindak karena masyarakat malas melapor, katanya ganggu rezeki orang," ungkap dia.

Mantan Menko Perekonomian itu mengingatkan masyarakat jika mengalami pungutan liar alias pungli selama mengurus sertifikat tanah segera melapor ke penegak hukum, jangan hanya diam.

"Pungli sesuai instruksi presiden dilaporkan saja kepada penegak hukum karena itu tindakan yang tidak dibenarkan," tegas Sofyan.

Di kesempatan berbeda Kabag Humas ATR/BPN Harison Mocodompis mengimbau kepada masyarakat untuk melapor apabila terjadi pemungutan biaya untuk pengurusan PTSL. Pelaporan bisa dilakukan ke pihak kepolisian maupun BPN.

"Kalau ada pungutan-pungutan, kami mengimbau masyarakat untuk sesegera mungkin lapor ke polisi atau langsung ke BPN. Kami sudah tegaskan tidak memungut biaya apapun," ungkap

Sofyan mengatakan dirinya membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk melaporkan apabila ada pungutan yang tidak semestinya dalam pengurusan PTSL.

"Tradisi pungli kita perangi walaupun saat ini belum 100%," kata Sofyan.


Sekjen Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief pun menegaskan BPN akan menelusuri laporan tersebut, karena bisa saja biaya tersebut timbul karena sebelumnya ada perjanjian tertentu.

"Barangkali memang ada perjanjian-perjanjian sebelumnya oleh kelompok masyarakat, karena sebelumnya memang dibagikan mereka. Kita akan teliti, tapi kalau BPN saya jamin tidak ada pungutan," tutur Himawan.

BPN, menurut Himawan, akan mengirim tim dalam 1-2 hari ke depan untuk mengecek ke lapangan.

"Kan beritanya baru hari ini, nanti dalam 1-2 hari tim ke sana untuk mengecek bagaimananya, apa masalahnya. Ini persoalan sangat kasuistik, tahun ini kita mengeluarkan produk BPN 9,3 juta, kasus yang anda sebutkan itu mungkin itu apakah 100, 200, atau seribu pun kasus memang banyak, tapi dalam perspektif besar kasus itu jauh tak seberapa," tutur Himawan.

Sebelumnya, Harison menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan pengecekan ke Kantor Wilayah (Kanwil) BPN di Banten. Menurutnya, Kanwil Banten tidak memungut biaya apapun dalam pengurusan PTSL.

"Ya kami sudah tindak lanjuti, kami sudah cek ke Kanwil BPN di Banten. Dari BPN sama sekali tidak ada pungutan apapun," tegas Harison.

Menteri Sofyan menjelaskan, di tingkat daerah memang ada peraturan yang mengatur besaran biaya jasa tersebut.

Adapun, ia menjelaskan setiap daerah memiliki aturan besaran biaya berbeda-beda. Ia mencontohkan di Tangerang sebesar Rp 150 ribu.

"Kalau Rp 150 ribu di Tangerang bukan (pungli) karena sudah sesuai aturan. Itu memang kita benarkan," kata dia di sela-sela konferensi pers rakernas, Jakarta, Rabu (6/2/2019).

Lebih lanjut, ia menjelaskan besaran biaya tersebut diberlakukan untuk pembiayaan pembuatan pra sertifikat. Misalnya, pembelian materai, hingga pengukuran tanah.

"Ada biaya pra sertifikat yang mesti kita benarkan dan biaya Rp 150 ribu itu sangat murah, relatif sangat murah karena untuk materai, untuk matok (ngukur) dan lain-lain untuk pekerjaan yang dilakukan di tingkat desa sebelum sampai ke BPN," jelasnya.Memang Ada Dana Tapi Tidak Jutaan

Hal ini juga dibenarkan Harison, memang ada pembiayaan lain dalam pengurusan sertifikat tanah. Namun, pembiayaan itu bukan berasal dari pihak BPN, biaya tersebut salah satunya adalah untuk mengurus pajak BPHTB.

"Ada biaya yang memang menjadi tanggungan masyarakat antara lain pajak BPHTB. Selain itu untuk patok, materai dan fotocopy dokumen memang menjadi tanggungan masyarakat," jelas Harison.

"Semua biaya tersebut tidak dipungut di BPN, Besarannya pun sudah diatur dalam peraturan tiga menteri. Untuk Jawa Rp 150 ribu," tambahnya.

Hide Ads