Bahkan menurut gubernur yang akrab disapa Kang Emil ini, rencana tersebut telah mendapat persetujuan dari DPRD Jabar untuk dilakukan kajian. Hal itu berdasarkan paripurna terakhir DPRD periode 2019-2024.
"Sudah ada persetujuan (DPRD) wacana (pemindahan) pusat pemerintahan untuk dikaji dulu di beberapa lokasi," kata Emil kepada wartawan di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (29/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pindah ke Mana Kang Emil?
Foto: Tim Infografis: Zaki Alfarabi
|
"Sudah ada persetujuan (DPRD) wacana (pemindahan) pusat pemerintahan untuk dikaji dulu di beberapa lokasi. Ada di Tegalluar, Walini, atau Rebana (Kertajati)," kata Emil.
Wilayah tersebut dalam beberapa tahun mendatang memang akan menjadi pusat pengembangan ekonomi baru. Ada sejumlah proyek pembangunan infrastruktur besar.
Dekat dari Kereta Cepat hingga Pelabuhan
Foto: Dok. KCIC
|
Sebut saja wilayah Tegalluar (Kabupaten Bandung) dan Walini (Kabupaten Bandung Barat) yang akan dilalui kereta cepat Jakarta-Bandung. Keberadaan kereta cepat akan berdampak terhadap ekonomi dan pembangunan di sekitarnya.
Selain itu, Rebana (Cirebon-Subang-Majalengka) juga diproyeksikan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Khususnya di Subang, akan dibangun Pelabuhan Patimban. Keberadaan pelabuhan ini akan berdampak terhadap ekonomi sekitar.
Meski begitu, Kang Emil masih membuka opsi daerah lainnya sebagai calon ibu kota baru menggantikan Bandung.
"Terbuka (wilayah lain) sebenarnya, tapi sementara tiga tempat itu," jelas dia.
Ibu Kota Baru Jabar Bakal Dikaji 6 Bulan
Foto: Mukhlis Dinillah
|
"Kajian dilaksanakan enam bulan ke depan," ucap Emil.
Menurutnya, perlu mempertimbangkan sejumlah aspek dalam menentukan pengganti Bandung. Mulai dari risiko bencana hingga infrastruktur.
"Semua kemungkinan butuh kajian, minim risiko, aksesibilitas, tingkat ekonomi, ketersediaan air dan lainnya," ungkap dia.
Emil sendiri mengatakan Bandung sudah tidak lagi cocok melayani pusat pemerintah provinsi. Salah satunya adalah kantor pemerintahan yang tidak terintegrasi dalam satu kawasan.
"Pada dasarnya secara fisik kota Bandung sama seperti Jakarta, sudah tidak cocok lagi melayani pusat pemerintahan. Contohnya kantor-kantor pemerintahan cekclok (terpisah), dan tidak produktif," kata Emil.