Imbas PPKM Darurat: Toko-toko di Mal Berguguran Sampai Akhir Tahun

Imbas PPKM Darurat: Toko-toko di Mal Berguguran Sampai Akhir Tahun

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 07 Jul 2021 16:38 WIB
PPKM Darurat membuat salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta sepi. Hanya beberapa gerai yang diizinkan buka dengan prokes ketat.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

PPKM Darurat telah berlaku minggu ini, kebijakan ini membatasi kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Mal dinilai akan menjadi sektor properti yang paling terdampak kebijakan ini.

Menurut Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto dengan pemberlakuan PPKM Darurat ini kemungkinan akan membuat toko-toko di mal berguguran dan tutup hingga akhir tahun ini.

Pasalnya saat ini PPKM Darurat membatasi pergerakan orang, sedangkan mal sangat membutuhkan pergerakan orang. Bila tidak ada traffic masyarakat menuju mal, maka tidak ada pemasukan dan keuntungan yang bisa didapatkan. Apalagi mal dinyatakan tidak boleh dibuka kecuali untuk toko-toko kebutuhan pokok dan apotek.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan PPKM in jelas sektor ritel ini paling terdampak karena membatasi pergerakan orang. Ritel ini mengandalkan pergerakan orang, traffic, ini aja dibatasi jam operasional dan pergerakannya," ungkap Ferry dalam diskusi virtual, Rabu (7/7/2021).

Dengan adanya PPKM Darurat, toko-toko di mal pun tidak akan mendapatkan pendapatan. Kemungkinan setelah PPKM Darurat selesai, belum tentu para tennant bisa membayar sewa. Opsi tutup toko pun berpotensi jadi pilihan.

ADVERTISEMENT

"Dengan PPKM Darurat ini, toko tutup masih bisa terjadi sampai akhir 2021 kalau mal beroperasi full saja tidak bisa kan mereka tergantung dari traffic yang ada," ungkap Ferry.

Selama 6 bulan pertama 2021, tingkat keterisian mal di Jakarta tercatat 72%, sementara di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi secara rata-rata 71,8%. Totalnya di Jakarta tercatat ada 4,86 juta meter persegi luas area ritel mal, sedangkan di Bodetabek tercatat 2,84 juta meter persegi.

Sektor berikutnya yang terdampak adalah perhotelan, pasalnya dengan pembatasan pergerakan semua bisnis di hotel lesu. Selain okupansi kamar, pertemuan-pertemuan bisnis juga tidak bisa dilakukan lagi di hotel selama kegiatan PPKM Darurat.

"Pembatasan pergerakan ini hotel juga akan terdampak juga, orang terbatas hadiri pertemuan, mau pergi ke luar daerah juga nggak bisa. Kemudian kegiatan korporasi dan pemerintahan juga nggak ada kan," ungkap Ferry.

Hotel masih bisa sedikit bertahan, dengan menawarkan layanan isolasi mandiri bagi pasien COVID-19. Menurutnya layanan ini menjadi satu-satunya cara yang bisa sedikit menolong bisnis perhotelan.

"Ada solusi untuk mereka, yaitu menawarkan paket isoman. Tapi ini hanya menolong sedikit, meski belum bisa kembali ke normal," ungkap Ferry.

Adapun sejauh ini tingkat keterisian hotel pun masih rendah, di Jakarta dan sekitarnya dalam paparan Ferry okupansi hotel masih berada di angka 40%. Bahkan di Bali, okupansi tidak sampai 20%.


Hide Ads