Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan beberapa hal mengenai rencana menyetop penggunaan air tanah di ibu kota Jakarta. Kebijakan tersebut ada kaitannya dengan potensi Jakarta tenggelam.
Kondisi penurunan tanah (land subsidence) di Jakarta semakin mengkhawatirkan. Apalagi, kata Basuki, di daerah Jakarta Utara.
"Datanya Jakarta Utara turun 10-12 mm. Itu yang paling parah kalau kita lihat di Pliut, selain karena tanahnya konsoldasi tapi juga banyak air tanah yang diambil," kata Basuki di kantor KemenPUPR, Senin (5/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut, rencana penghentian penggunaan air tanah khususnya di DKI Jakarta merupakan hasil referensi dari negara Bangkok dan Tokyo. Kedua negara itu, kata Basuki, mampu mengurangi penggunaan air tanah yang ujungnya berpengaruh dalam meminimalisir banjir.
"Sekarang gimana caranya? Caranya adalah dengan menghentikan pengambilan air tanah atau mengurangi, itu referensinya Bangkok, Tokyo itu kan mereka menghentikan (penggunaan) air tanah bisa berhenti," ujarnya.
Dari catatan detikcom, banjir di Bangkok memang selalu diidentikkan dengan banjir di DKI Jakarta. Sementara untuk Tokyo, mereka memiliki kondisi serupa dengan Jakarta yaitu penurunan permukaan tanah di ibu kota Jepang itu. Keduanya sepakat untuk mengurangi penggunaan air tanah.
Basuki menjelaskan, pihaknya telah melakukan beberapa upaya agar dapat menghentikan penggunaan air tanah dengan cara memastikan supply air tercukupi dengan cara membangun waduk sebagai alternatif kebutuhan air masyarakat.
"Makanya kita bikin waduk Karian di Banten untuk mensupply air minum di Tangerang dan di Jakarta bagian barat. Sekarang ada program Jatiluhur 1 dan Jatiluhur 2 untuk penyuplai air. Kalau itu sudah ada rencana dan bisa, sekarang lagi didiskusikan dengan DKI tentang tarifnya," pungkasnya.
Lihat juga video 'Eksotisme Pantai Karapyak yang Punya Gradasi Warna Air Laut':