Kilas Balik Pindah Ibu Kota Kazakhstan hingga Bappenas-DPR Studi Banding

Kilas Balik Pindah Ibu Kota Kazakhstan hingga Bappenas-DPR Studi Banding

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 04 Jan 2022 10:31 WIB
Warga Kazakhstan dikenal senang menerima tamu. Tradisi tersebut disebut konakasy.
Foto: Pool/Hilman.
Jakarta -

Kementerian PPN/Bappenas dan lima anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Baru DPR RI berangkat ke Kazakhstan. Kunjungannya dalam rangka untuk studi banding karena negara itu pernah melakukan pemindahan ibu kota negara.

"Bahwa untuk studi banding Kazakhstan itu adalah permintaan pemerintah ke DPR. Clear, ya, harus jelas, ya. Bukan keinginan DPR," kata Sekjen DPR Indra Iskandar kepada wartawan, Senin (3/1/2022) kemarin.

Kisah Kazakhstan

Jika melihat kilas baliknya, Kazakhstan memang salah satu negara yang sukses memindahkan ibu kota baru dari Almaty ke Astana yang kini berganti nama menjadi Nur-Sultan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak dibangun pada 1997 dan mulai menjadi ibu kota Kazakhstan pada sekitar 1999, Nur-Sultan kini telah berkembang menjadi kota yang sangat modern di kawasan Asia Tengah. Padahal dulunya itu hanya merupakan kota kecil bernama Akmola yang pernah dijadikan penjara bagi tahanan pemerintah Soviet.

Dilansir Economic Times, letak ibu kota lamanya yang berada di ujung tenggara Kazakhstan dan terlalu dekat dengan China menjadi alasan kenapa negara itu memindahkan ibu kotanya. Belum lagi lokasinya yang dikelilingi pegunungan membuatnya rentan diguncang gempa sehingga dapat membahayakan posisi ibu kota jika terus dipertahankan.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan alasan itulah, dipilih wilayah baru yang terletak di pusat dan dianggap lebih strategis untuk menjalankan administrasi pemerintahan dan mempermudah komunikasi pemerintah pusat-daerah, serta memungkinkan ibu kota untuk terus berkembang. Lokasi yang baru ini juga dianggap lebih subur dan kaya akan sumber daya alam.

Akmola yang bernama saat itu memenuhi semua syarat sebagai lokasi ibu kota baru antara lain letak yang strategis, relatif lebih tahan dari ancaman bencana alam, pasokan air dan makanan yang memadai, serta ketersediaan ruang yang memungkinkan pengembangan kota.

Digawangi arsitek Jepang Kurokawa Kisho, Akmola dirancang sedemikian rupa untuk dapat mengakomodasi ribuan pegawai instansi inti pemerintahan dan keluarganya di tahap awal relokasi. Rencana induk pembangunan ibu kota baru juga dibuat untuk memungkinkan pembangunan berkelanjutan demi mengikuti perubahan zaman dan pertumbuhan yang dinamis.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Pemindahan Ibu Kota Bertahap

Pemindahan ibu kota Kazakhstan dilakukan bertahap hingga secara garis besar rampung pada tahun 2000. Sejak saat itu, secara bertahap seluruh badan pemerintahan pindah ke Akmola yang kemudian berubah nama menjadi Astana dan kini Nur-Sultan.

"Pemindahan ibu kota ke Nur-Sultan juga menjadi momentum yang sangat kuat untuk pertumbuhan ekonomi Kazakhstan," ujar Kedubes Kazakhstan dalam keterangan tertulis.

Setelah hampir 22 tahun sejak relokasi ibu kota, investasi di Kazakhstan kian bertumbuh dengan porsi sebesar 10% atau mencapai sekitar US$ 47 miliar atau Rp 660 triliun. Pada akhir 2018, Nur-sultan menyumbang 9,8% dari total produk domestik bruto (PDB) Kazakhstan.

Pada Maret 2018, Nur-Sultan pertama kali masuk sebagai salah satu pusat keuangan dunia berdasarkan Global Financial Centers Index di posisi 88. Kemudian naik ke posisi 51 pada 2019 dan menjadi yang tertinggi di kawasan Asia Tengah dan Eropa Timur.

Tidak hanya itu, ibu kota baru Kazakhstan juga menerima penghargaan sebagai kota perdamaian dari UNESCO pada 1999. Kedubes Kazakhstan menyebut penghargaan itu sebagai pengakuan dunia atas pembangunan Nur-Sultan yang dinilai sukses baik dari segi ekonomi maupun sosial, serta memberikan kontribusi bagi kebudayaan dunia.

Kunci terlaksananya pemindahan ibu kota baru tidak terlepas dari adanya tangan pemimpin pemerintahan. Untuk itu, pada Maret 2019 pemerintah Kazakhstan pun resmi mengubah nama Ibu Kota Astana menjadi Nur-Sultan sebagai bentuk penghormatan kepada presiden yang telah lama menjabat yaitu Nursultan Nazarbayev.

"Kesuksesan pemindahan ibu kota dari Almaty seperti 'anak' dari kepemimpinan Presiden Nursultan Nazarbayev sehingga untuk menghormati beliau, Kazakhstan mengganti nama Astana menjadi Nur-Sultan," tuturnya.

Melihat keberhasilan pemindahan ibu kota Kazakhstan dari Almaty ke Nur-Sultan, bisa menjadi pendorong yang lebih kuat bagi pemerintah Indonesia untuk menapaki jalan yang sama. Untuk itu lah Bappenas dan Pansus Ibu Kota Baru DPR RI melakukan studi banding ke negara tersebut.

"Pertama, undang-undangnya adalah inisiatif pemerintah. Kedua, studi banding itu adalah bagian pelengkap untuk memahami model suatu ibu kota negara, salah satunya Kazakhstan, yang melakukan pindah ibu kota itu, ya. Itu salah satu bentuk yang dianggap substansi," ujar Indra.


Hide Ads