Karena sudah tidak percaya proyek Antasari 45 bisa lanjut terus, Erick dan 210 orang lainnya pun minta uang balik. Mereka lebih memilih uangnya kembali daripada menunggu proyek dilanjutkan dan meneruskan tagihan cicilan apartemen.
Tjahyono Firmansyah, salah satu pembeli lainnya menyatakan berdasarkan PP 12 tahun 2021 disebutkan bila pengembangan apartemen tak mampu menepati janjinya, maka pembeli bisa meminta uang kembali. PDS, selaku pengembang Antasari 45 sendiri tak menepati janji serah terima apartemen di tahun 2018.
"Kalau suruh bayar lagi keyakinan kami belum ada untuk proyek itu jalan lagi. Intinya kami 210 pembeli ini (yang menolak Perjanjian Perdamaian), kalau mereka mau bangun silakan. Tapi kita punya hak kok di PP 12 yang menyatakan uang bisa balik kalau mereka nggak mampu deliver janjinya," papar Tjahyono dalam kesempatan yang sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan dia nggak bisa deliver apartemen jadi 2017-2018, dia nggak bisa itu maka kita minta kembalikan saja uang kita," tegasnya.
Namun, nampaknya hal itu bakal sulit dilakukan. Tjahyono bilang INPP sebagai investor baru PDS, sejak pembahasan Perjanjian Perdamaian mengindikasikan bahwa perusahaan tidak akan mengembalikan uang yang masuk ke PDS di era sebelum INPP melakukan investasi.
Artinya ada sekitar Rp 591 miliar total uang yang diperkirakan sudah masuk ke PDS sejak awal proyek berjalan sampai sekarang tak bisa dikembalikan. Dari jumlah itu, uang dari 210 orang yang menolak Perjanjian Perdamaian sebanyak Rp 164 miliar.
"Tapi waktu negosiasi perjanjian perdamaian INPP itu sudah mengindikasikan mereka hanya mau ganti uang yang dibayarkan setelah INPP masuk. Jadi uang di PDS lama Rp 591 miliar ini dia nggak mau gantiin," kata Tjahyono.
Tjahyono bilang kekhawatiran pihaknya adalah uang-uang yang sudah masuk ke PDS memang sengaja dihilangkan, namun tak menyalahi aturan karena INPP yang jadi investor baru PDS berlindung di balik hasil Perjanjian Perdamaian di Pengadilan Niaga.
Pembeli hanya diberikan dua opsi, terus membayar tagihan cicilan tanpa adanya kepastian proyek yang mangkrak lanjut, atau tidak mendapatkan apa-apa sama sekali dan uang hilang.
"Kalau sekarang mau minta mereka nggak mau berikan karena menurut mereka Perjanjian Perdamaian, mereka berlindung di balik itu. Dia ini seperti mau melegalkan kekhawatiran kita, yaitu uang yang kita setorkan hilang dan nggak mau dikembalikan," ungkap Tjahyono.