Presiden Joko Widodo baru saja melakukan reshuffle kabinet dengan mengangkat 2 orang menteri dan 3 orang wakil menteri baru. Salah satu di antara ketiga wakil menteri yang diangkat hari ini ialah Raja Juli Antoni yang mengisi posisi Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Berbicara mengenai agraria dan tata ruang, tentunya tidak terlepas dari salah satu janji yang dicanangkan Presiden RI yakni reforma agraria. Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan bahwa demi membantu presiden mewujudkan reforma agraria itu, Kementerian ATR/BPN harus segera bertindak.
"Sebaiknya dengan waktu yang tersisa ini, harus segera bertindak. Tidak ada waktu untuk adaptasi," ujar Bhima.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bhima, permasalahan yang harus ditangani oleh Kementerian ATR/BPN dirasa cukup kompleks dengan batas waktu yang sangat terbatas.
"Waktu efektif saya rasa hanya satu tahun. Dengan waktu yang tidak terlalu banyak lebih baik fokus ke point janji presiden dan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat," tambahnya.
Bhima mengatakan PR yang harus ditanggung Kementerian ATR/BPN itu juga tidak terlepas dari masalah mafia tanah yang belum selesai dan terus bermunculan di berbagai daerah.
"Sosok yang baru ini diharapkan bisa membantu menyelesaikan permasalahan mafia tanah juga konflik agraria, yang menyangkut pemerintah dengan masyarakat, serta perusahaan dengan masyarakat. Terutama pertambangan dan perkebunan sawit," tutur dia.
Mendukung pernyataan Bhima, Pengamat Ekonomi dari CORE Mohammad Faisal mengatakan, salah satu yang paling banyak terjadi saat ini ialah isu lahan terutama land reform, di mana hingga saat ini belum banyak perkembangannya.
"Reforma agraria menjadi salah satu yang dicanangkan presiden. Dulu sempat ada pilot projectnya di Kalimantan tapi stop sampai situ belum terdengar lagi kabar lebih lanjut," ujar Faisal.
Faisal juga menambahkan, semua ini ke depannya akan sangat berkaitan dengan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Sehingga, PR besarnya ialah bagaimana menyikapi konsekuensi dari UU tersebut.
"UU Cipta Kerja ini potensi ke depannya berbenturan dengan pertanahan itu banyak. Seperti nanti konteksnya dalam pertanahan, izin penggunaan lahan, dan juga tanah ulayat," ujar Faisal.
(zlf/zlf)