2. Ogah Disamakan dengan Bukit Algoritma
Sebelum Correctio yang dibesut Jababeka, proyek pengembangan kawasan macam Silicon Valley pertama kali dibuat di Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat. Proyek ini dikembangkan oleh Kiniku Bintang Raya (KSO) dan BUMN Konstruksi PT Amarta Karya (Persero).
Proyek itu sempat melakukan groundbreaking pada 9 Juni 2021 yang lalu. Targetnya, pembangunan dilakukan bertahap hingga 2031.
Jadi proyek silicon valley baru, Agung Wicaksono menyatakan pihaknya enggan disamakan dengan Bukit Algoritma. Pasalnya, silicon valley yang akan dikembangkan Jababeka dinilai sudah memiliki ekosistem yang mumpuni berbasis 4.0. Menurutnya, hal ini tidak dimiliki di tempat lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bedanya apa Jababeka dengan tempat lain? Tempat lain nggak ada yang bisa langsung masuk ke 4.0. Kalau industri 1.0 aja belum ada mana bisa? Ada Jababeka bikin 'Silicon Valley' berbasis industri 4.0," ungkap Agung.
3. Tak Perlu Groundbreaking
Agung pun menyatakan sebetulnya 'Silicon Valley' bukan sebuah proyek. Namun, pengembangan sebuah eksosistem digital yang bisa memecahkan banyak permasalahan sehari-hari.
"Saya koreksi pandangan publik, 'Silicon Valley' bukanlah sebuah proyek. Tidak ada 'Silicon Valley' sebagai proyek. Bahwa di kawasan itu ada SOHO-nya (kompleks kantor), ada showcase Fablab tadi. Bahwa di kawasan itu ada universitas yang hadirkan talent, itu jadi komponen pembentuk ekosistem," papar Agung.
"Semua bukan proyek yang dicanangkan, dianggarkan, ditargetkan, dan dirayakan," sebutnya.
Dia pun menyinggung proyek 'Silicon Valley" sebetulnya tak perlu seremoni groundbreaking dan lain sebagainya. Menurutnya, pengembangan kawasan "Silicon Valley' sejatinya adalah pengembangan SDM dan teknologi.
"Kalau kita lihat di Amerika, 'Silicon Valley' nggak pernah groundbreaking, nggak pernah gunting pita ya. Semua bukan proyek, ini adalah developing people. Di Amerika itu nggak pernah presiden siapa bilang saya mau bangun Silicon Valley di Palo Alto. Jadi ini pembangunan sebuah bangsa industri digital," tutur Agung.
Menurutnya ada tiga hal yang bisa membuat sebuah kawasan bisa disebut memiliki ekosistem seperti Silicon Valley. Pertama, kawasan itu harus bisa menelurkan inovasi dan solusi bagi masalah sehari-hari.
Kedua, kawasan itu menghasilkan SDM yang kompeten. Baik secara pengetahuan maupun kemampuannya.
"Suatu saat apapun bisa diganti mesin, kalau manusianya lahirkan ide, jadi produk, dia nggak akan lekang oleh zaman," kata Agung.
Terakhir, ekosistem 'Silicon Valley' harus bisa menghasilkan aktivitas ekonomi baru. Menimbulkan nilai tambah dan juga lapangan kerja bagi banyak orang.
Simak Video "Berburu Kuliner dan Pernak-pernik Jepang di Festival Sakura Matsuri"
[Gambas:Video 20detik]
(hal/zlf)