Prospek Bisnis Properti: Rumah Rp 1-2 M Diincar, Daerah Ini Jadi Favorit

Prospek Bisnis Properti: Rumah Rp 1-2 M Diincar, Daerah Ini Jadi Favorit

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 20 Jan 2023 07:45 WIB
Contemporary driveway parking of the big modern house
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/KatarzynaBialasiewicz
Jakarta -

Perusahaan induk properti, 99 Group meramalkan prospek bisnis properti pada 2023 cerah. Hal ini terlihat dari penguatan perekonomian Indonesia hingga tren peningkatan pasokan dan permintaan tahun lalu.

Chief Executive Officer (CEO) of 99 Group Indonesia, Wasudewan mengatakan, tren suplai properti pada 2022 sebesar 30,1%. Indeks Harga Properti juga meningkat walau tidak terlalu signifikan hingga 2,4% tahun lalu.

"Penguatan makro ekonomi di 2022 dan penguatan infrastruktur berdampak pada tren positif untuk harga, suplai, dan demand. Kita sangat optimis untuk 2023. Kita berharap yang terlibat di industri ini punya semangat yang sama untuk memberikan kontribusi ke ekonomi Indonesia," katanya dalam acara 99 Group Property Outlook 2023, Kamis (19/01/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan data pengakses platform yang berada di bawah naungan perusahaannya, Wasudewan mengatakan, pencarian properti didominasi untuk jenis rumah tapak sebesar 80%, sedangkan apartemen 4,5%. Para pencari ini didominasi usia 18-24 tahun dan 35-44 tahun, mulai dari milenial hingga Gen Z.

Minat Hunian di atas Rp 1 M Meningkat

Wasudewan mengatakan, pada 2021 hingga 2022, pencarian properti masih didominasi oleh properti dengan harga di bawah Rp 400 juta dan properti di rentang Rp 1-2 miliar di posisi kedua.

ADVERTISEMENT

Pada 2021 angka pencarian rumah di bawah Rp 400 juta mencapai 25,3%, sedangkan pada 2022 turun 2,1% ke angka 23,1%. Penurunan tersebut merupakan yang terbesar. Sementara pencarian properti di harga Rp 400-650 juta juga turun 1,2% menjadi 11,2%,dari persentase 12,4% pada 2022.

"Menariknya, setelahnya tahun 2021 pencarian di golongan Rp 400-650 juta juga turun. Di 2022, justru di angka Rp 1-2 miliar meningkat. Ini sedikit bergeser dibanding 2021," katanya.

Terpantau properti di harga Rp 1-2 miliar yang pencariannya meningkat 0,7% menjadi 20%, dari persentase sebelumnya pada 2021 yang berada di kisaran 19,3%. Bahkan, properti di harga Rp 2-3 miliar mengalami peningkatan pencarian tertinggi, yang semula di 2021 hanya di 9,2%, meningkat sebanyak 0,9% menjadi 10,2%.

"Artinya dengan data tersebut, pencarian properti di golongan harga yang lebih tinggi justru menjadi lebih menarik," ujarnya.

Dengan demikian, Wasudewan mengatakan, ada potensi permintaan untuk rumah di rentang harga di atas Rp 1 miliar pada 2023 ini berdasarkan pertumbuhan proporsi.

Bisnis properti di daerah ini bisa moncer. Cek halaman berikutnya.

Daerah Bogor dan Depok Diramal Moncer

Untuk di kawasan Jabodetabek, Wasudewan melihat, pertumbuhan harga properti didominasi di Kota Depok dan Bogor. Ia memperkirakan, salah satu alasannya ialah karena ketersediaan lahannya yang masih cukup banyak. Bogor naik 6,6% sedangkan Depok naik 4,7%.

"Depok dan Bogor menjadi dua area yang potensial bagi pengembangan properti ke depannya," ujar Wasudewan.

Selanjutnya untuk di luar Jabodetabek, peningkatan tertinggi terjadi di Kota Semarang sebanyak 4,8%. Sementara untuk di luar Pulau Jawa, tertingginya di Kota Medan, mencapai 3,2%.

Lebih lanjut Wasudewan menyebutkan 5 kota dengan pencarian properti paling tinggi pada 2022, antara lain Banten, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Bandung, dan Jakarta Utara. Kemudian Sementara untuk 5 daerah dengan pertumbuhan pencarian tertinggi antara lain ada Bali, Jawa Barat, Medan, Tangerang Selatan, dan Bekasi. Rumah tapak masih menjadi yang paling digemari, dengan pencarian mencapai 80%.

Sektor Perumahan Bisa Dorong Ekonomi Daerah

Sementara itu, Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR, Fitrah Nur menyampaikan, pembangunan suatu perumahan mampu menggerakkan sekitar 174 sektor turunan lainnya. Sehingga, tentunya properti akan sangat mendorong perekonomian di daerah tersebut, khususnya sektor padat karya, meski sumbangsih properti ke Produk Domestik Bruto (PDB) RI hanya di 3% di 2022 kemarin.

"Mau tidak mau itu akan bergerak perekonomian suatu daerah. Apalagi itu padat karya dan TKDN-nya sekitar 90%. Kecuali rumah-rumah mewah yang ada aksesori dari luar negeri, tapi secara umum rumah TKDN-nya 90%," terang Fitrah.

Di sisi lain, menurutnya, salah satu tantangan besarnya ialah tidak semua daerah dapat memanfaatkan hal tersebut. Salah satu halangannya yakni menyangkut regulasi yang mengikat di kawasan tersebut.

"Tapi masalahnya tidak semua Pemda bisa memanfaatkan ini karena keterbatasan peraturan. Tapi yang jelas kalau mereka bisa memanfaatkan properti, kita tahu dari data statistik, kami pernah hitung, untuk perumahan itu yang bisa menggerakkan 174 sektor ke hal-hal yang sangat kecil," ujarnya.

Di sisi lain, Fitrah menyampaikan, ada satu hal yang hingga kini masih menjadi PR besar bagi pemerintah, yaitu menyangkut angka backlog alias kesenjangan antara jumlah rumah dan jumlah kebutuhan rumah. Sejak 2020 hingga 2022 kemarin angka backlog masih belum menunjukkan perubahan berarti. Besarannya masih di kisaran 12,7 juta di 2022 lalu.

Padahal, pemerintah telah menjalankan berbagai program hingga mengguyur dana yang cukup besar demi menurunkan angka tersebut. Apalagi, Fitrah menyebut, setiap tahunnya terjadi penambahan keluarga hingga 700 ribu. Karena itulah pihaknya tengah berfokus demi mencapai target nol backlog. Kondisi ini menjadi PR besar bagi pemerintah.

"Kita ingin mentargetkan nol backlog rumah. Dan ini tak bisa dilakukan kementerian PUPR sendiri itu harus dilakukan oleh semua stakeholder perumahan," ujar Fitrah, dalam acara yang sama.


Hide Ads