Masih Mau Pindah ke Meikarta?

Masih Mau Pindah ke Meikarta?

Tim detikcom - detikFinance
Rabu, 25 Jan 2023 07:00 WIB
Meikarta Central Park menjadi wisata alternatif bagi warga Cikarang. Begini potretnya.
Mega Proyek Meikarta/Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Masalah baru terus muncul dalam mega proyek Meikarta. Kini, para konsumennya yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) malah digugat Rp 56 miliar oleh pengembang proyek yang dulu digadang-gadang jadi Kota Impian tersebut.

Gugatan dilayangkan pengembang Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU). PT MSU merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk. Sidang perdana gugatan diselenggarakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat (Jakbar) pada Selasa 24 Januari 2023, kemarin.

PT MSU menggugat 18 orang konsumen Meikarta senilai total Rp 56 miliar dengan alasan pencemaran nama baik yang dinilai merugikan perusahaan. Para konsumen Meikarta itu dibikin bingung lantaran dituntut oleh pengembang karena minta refund.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah seorang konsumen Meikarta yang digugat, Indri, mengaku sudah merugi lantaran hingga saat ini masih belum mendapatkan unit apartemen yang sudah dibeli. Ia heran bukan kepalang dengan tindakan dari anak usaha Lippo Cikarang tersebut.

"Kita sudah habis uang, unit tidak dapat, malah kita dituntut. Coba berpikir logis, waras tidak? Maling teriak maling. Jadi, MSU kita pertanyakan otaknya di mana? Pola pikirnya di mana?" ucapnya di depan Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (24/1/2023).

ADVERTISEMENT

"Kita hanya menuntut hak kita, kalau tidak bisa dipenuhi kembalikan uang kita, itu aja, simple," lanjutnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum PKPKM, Rudy Siahaan turut mempertanyakan gugatan yang dilakukan oleh PT MSU. Menurutnya, para konsumen Meikarta ini sudah menyuarakan aspirasinya dengan santun, tidak pernah terlibat dalam tindakan yang melanggar hukum.

"Kita ini negara berdasarkan hukum, jangan melakukan statement semata pencemaran nama baik, nama baik yang mana? Justru mereka yang lakukan wanprestasi. Kita kutip dari anggota yang terhormat DPR di sana. Yang wanprestasi siapa, yang menggugat siapa, aneh bin ajaib," kata Rudy usai sidang berlangsung.

Di lain pihak, pengembang Meikarta, PT MSU, membeberkan alasan menggugat para konsumen tersebut. Mereka menilai konsumen yang tergabung dalam PKPKM itu sudah memberikan pernyataan yang menyesatkan hingga merugikan perusahaan.

"Di mana beberapa pihak tersebut memberikan berbagai pernyataan dan tuduhan yang menyesatkan, tidak benar dan bersifat provokatif dan menghasut. Hal-hal tersebut berdampak negatif dan merusak nama perseroan," tegas manajemen.

PT MSU juga menegaskan bahwa perseroan akan menghormati dan menaati Putusan No. 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat pada 18 Desember 2020 atau Putusan Homologasi, antara lain, dalam putusan tersebut diberikan kepastian serah terima unit apartemen Meikarta bertahap mulai dari 2022 sampai dengan 2027.

"Kami akan usahakan secepatnya dan membangun momentum pembangunan di tahun 2023," tutupnya.

Akar masalah hingga konsumen digugat pengembang Meikarta Rp 56 miliar di halaman berikutnya.

Akar Masalah Konsumen Meikarta Digugat Pengembang

Jika ditilik ke belakang, gugatan ini dipicu oleh protes yang dilayangkan konsumen yang tergabung dalam PKPM. Pada Desember tahun lalu, puluhan konsumen Meikarta melakukan aksi demo di depan Bank Nobu Plaza Semanggi. Mereka meminta Bank Nobu untuk mengembalikan uang pembelian unit proyek Meikarta yang mangkrak.

Pada saat itu, Ketua Komunitas Peduli Konsumen Meikarta Aep Mulyana mengatakan, konsumen telah melakukan transaksi sejak 2017. Mereka dijanjikan serah terima unit pada tahun 2019. Namun unit yang dijanjikan tak kunjung mereka terima. Berbagai cara telah dilakukan konsumen demi menagih hak mereka.

"Begitu kami tanya ke Bank Nobu soal unitnya, mereka jawab 'bapak tanyakan saja ke pengembangnya'. Kan nggak fair, dia fungsi bank sebagai penjamin itu apa," kata Aep kepada detikcom, pada Desember 2022 lalu.

Ia menyebut banyak konsumen marah karena hal ini. Menurut Aep, apa yang dialaminya dan anggota komunitas sebagai pemerasan berkedok elit. "Marah konsumen ini. Disuruh nyicil terus tapi unit (apartemen) nggak bisa dipastikan. Jadi ini semacam pemerasan, diduga semacam pemerasan berkedok elit," jelasnya.

Namun banyak konsumen tetap rela membayar cicilan mereka. Pasalnya banyak yang merasa takut BI checking atau SLIK OJK mereka bermasalah jika tidak melanjutkan cicilan. "Kalau nggak diteruskan cicilannya nanti BI checkingnya bermasalah. Kan kasihan konsumen," paparnya.

Meskipun, Aep tak menampik ada beberapa konsumen yang nekat tidak melanjutkan cicilan. Alasannya karena ketidakpastian dan jadi beban yang memberatkan. Ia pun berencana mengirim surat ke Bank Indonesia dan OJK terkait hal ini.

"Bukan masalah nggak mau cicil. Lha ditanya kapan selesai, bank-nya nggak bisa jawab, tapi kita suruh nyicil," tegasnya.

Aep mengaku sempat menggeruduk Bank Nobu terkait ini. Saat ditanya soal kepastian unit apartment saat cicilan lunas, pihak bank mengaku hanya bisa memberi surat keterangan lunas saja.

"Saya sempat geruduk Nobu Bank. Ditanya, kalau ini lunas unitnya siap nggak, apa yang mau dikasih? Jawabannya surat keterangan lunas saja. Loh, cuma dikasih surat, bukan unit," jelasnya.

Jumlah konsumen Meikarta di bawah Komunitas Peduli Konsumen Meikarta sebanyak 121 orang per 12 Desember 2022. Total kerugian anggota komunitas ini diperkirakan mencapai Rp 30-40 miliar.

Konsumen terus menuntut adanya pengembalian dana atas kerugian yang mereka alami. Mereka bahkan sudah tidak tertarik dengan unit Meikarta, apalagi pindah ke sana. Konsumen cuma mau uang kembali.

"Pengennya refund kalau sekarang. Balikin uangnya, harga mati. Karena udah kacau, udah tidak tertarik lagi dengan unitnya," ujar Aep beberapa waktu lalu.

Padahal menurutnya, banyak konsumen Meikarta yang awalnya berharap banyak dari mega proyek ini. Sayangnya harapan tersebut sirna karena hingga sekarang masih belum adanya kejelasan. Mereka yang menuntut pun sudah ogah pindah ke Meikarta.

Belajar dari Kasus Meikarta

Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto berpendapat, reputasi developer dengan nama penting biasanya cukup penting dalam bisnis properti. Namun dalam kasus Meikarta, hal itu tidak menjamin.

"Meikarta jadi pelajaran berharga. Calon pembeli melihat reputasi developer penting, biasanya punya nama besar. Itu tidak bisa jadi jaminan dalam kasus ini," tuturnya beberapa waktu lalu.

Selain itu, imbas dari kasus Meikarta konsumen kini lebih berhati-hati dalam membeli apartemen. Konsumen cenderung memilih unit yang sudah jadi dibanding membeli saat launching. "Kasus ini memprihatinkan. Kalau dari temuan kami di kuartal IV, dari kasus ini pembeli lebih pilih ambil proyek-proyek eksisting, yang sudah terlihat bentuknya," katanya.

Dengan begini konsumen merasa lebih aman dan mendapat hunian yang jelas bisa ditempati. Meskipun, konsumen harus menanggung konsekuensi bahwa dan yang dikeluarkan akan lebih besar. "Lebih secure, bisa ditempati jelas. Tentu ada konsekuensi dibandingkan beli di tahap awal launching, harganya lebih tinggi," ungkapnya.


Hide Ads