Dalam aturan ini, bank wajib melaporkan penggunaan alih daya kepada BI dan bank sentral sendiri dapat menghentikan alih daya atau jasa pihak ketiga yang menurut penilaian BI dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.
"Bank tetap bertanggung jawab atas pekerjaan yang dialihdayakan kepada perusahaan penyedia jasa," ungkap Kepala Biro Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Irwan Lubis dalam perbincangannya kepada wartawan di Gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (13/12/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irwan mengatakan, penggunaan jasa pihak ketiga hanya digunakan sebagai pekerjaan penunjang saja bukan pekerjaan pokok. Ia mencontohkan seperti, call centre, telemarketing, jasa penagihan (debt collector), sales representatives, kurir, security, dan Office Boy.
"Bank tidak boleh melakukan alih daya yang mengakibatkan beralihnya tanggung jawab atau risiko dari obyek pekerjaan yang dialihdayakan kepada perusahaan penyedia jasa," ungkap Irwan.
Lebih jauh Irwan mengungkapkan pekerjaan penunjang tersebut setidaknya memenuhi kriteria seperti berisiko rendah, tidak membutuhkan kompetensi tinggi dibidang perbankan dan tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional bank.
"Khusus jasa penagihan yang bisa dialihdayakan adalah bagian kredit bermasalah saja. Jadi ketika masuk kredit bermasalah baru bisa jasa pihak ketiga menagihnya," tutur Irwan.
Aturan main jasa penagihan ini, sambung Irwan juga harus memenuhi kriteria yang ditetapkan bank sentral. "Seperti, berbadan hukum Indonesia, memiliki izin usaha yang masih berlaku, memiliki kinerja keuangan yang baik, memiliki SDM yang mendukung dan memiliki sarana dan prasarana," tambahnya.
"Pelanggaran akan PBI ini nantinya berupa teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan bank bahkan pembekuan kegiatan usaha tertentu," pungkasnya.
(dru/dnl)