Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengungkapkan pihaknya telah melakukan pengujian sampel dari beras Vietnam yang dilaporkan oleh pedagang beras (Billy Haryanto) di Cipinang sebagai beras ilegal.
Pengujian dilakukan dengan 3 metode yaitu oleh perusahaan surveyor Sucofindo, Laboratorium Kemendag di Ciracas, dan juga pengujian oleh para ahli. Hingga hari ini, pengujian telah rampung dilakukan oleh Sucofindo dan Kemendag, namun pengujian oleh panel ahli belum dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi hasil pengujian menunjukkan kalau ini beras premium," ungkap Bayu saat berdiskusi di Kantor Kementerian Perdagangan Jalan Ridwan Rais Jakarta, Selasa (4/2/2014).
Berdasarkan kriteria SNI (Standard Nasional Indonesia) Nomor 61282008, yang disebut beras premium adalah sebagai berikut:
- Derajat sosoh beras 100%, hasil pengujian 100%
- Kadar air maksimal 14%, hasil pengujian 13,2%
- Butir kepala minimal 95%, hasil pengujian 97,15%
- Butir patah maksimal 5%, hasil pengujian 2,29%
- Butir menir maksimal 0%, hasil pengujian 0,46%
"Itu 5 indikator paling utama (beras premium), jadi satu-satunya yang berbeda sedikit dari standar adalah butir menir karena mungkin sudah lama disimpan," imbuhnya.
Bayu menjelaskan. Berdasarkan hasil uji laboratorium itu, Kemendag menyimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran dalam importasi beras tersebut.
"Intinya hasil riset ini adalah beras premium bukan beras medium. Semua terbuki dan kita sudah tunjukkan dokumen tidak ada pelanggaran di dalam mekanisme importasi produk ini. Ini uji laboratorium yang kedua tinggal para ahli yang belum melakukan. Hasil penelitian Sucofindo hampir sama dengan kita," jelas Bayu.
Namun di lapangan, harga beras premium asal Vietnam ternyata lebih murah Rp 500 bahkan Rp 1000/Kg dari beras sejenis produk beras medium lokal.
(wij/hen)