Larangan pejabat negara menerima parcel yang diberlakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah lesunya pertumbuhan ekonomi Indonesia, membuat bisnis parcel tak menggairahkan. Tahun ini, pedagang parcel mengaku omzetnya turun 30%.
"Harusnya hari ini (H-6) mau lebaran puncaknya. Tapi ini dari kemarin juga sepi-sepi aja. Nggak tahu kenapa, kayaknya gara-gara ekonomi lagi buruk-buruknya jadi sepi yang datang," kata Haji Tomi, pedagang parsel Cikini pada detikFinance, Sabtu (11/7/2015).
Di luar faktor larangan menerima parsel untuk pejabat pemerintah, menurut Tomi, penjualan dagangannya turun sampai 30% dibanding tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pedagang yang sudah berjualan parsel sejak 1991 ini mengatakan, sebelum larangan parcel yang disebut-sebut KPK sebagai gratifikasi, separuh omzet penjualannya berasal dari segmen parcel untuk pejabat pemerintah.
"Dulu setengah parcel untuk yang pemerintah, setengah lagi dari perusahaan swasta. Setelah pemerintah dilarang kasih parcel, otomatis anjlok penjualan," ungkap Tomi.
Dari sisi omzet penjualan pun jelang Lebaran, lanjutnya, turun sekitar 30% setiap tahunnya. "Dalam sehari, 2-3 tahun lalu masih bisa dapat kotor Rp 7 juta, tahun lalu masih bisa dapat Rp 5 juta, sekarang sehari paling Rp 3 juta kalau untung," imbuhnya.
(rrd/rrd)