Namun dari 6.000 Km rel kereta api, sebanyak 1.000 km di antaranya berstatus tidak aktif alias terbengkalai. Di sisi lain, pemerintah saat ini punya rencana membangun kereta cepat Jakarta-Bandung yang anggarannya cukup besar, meskipun pemerintah juga sedang berupaya membangun kereta api di luar Pulau Jawa mulai tahun depan.
"Yang 1.000 Km nggak aktif. Itu tersebar di Jawa dan Sumatera. Kebanyakan di Jawa. Pulau Madura ada dan sudah nggak aktif," kata Vice President Corporate Communication PT KAI Agus Komarudin kepada detikFinance Rabu (2/9/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, KAI bersama pemerintah beberapa tahun terakhir melakukan pengaktifan kembali atau reaktivasi rute-rute kereta legendaris yang terbengkalai di Pulau Jawa seperti rute Solo-Wonogiri atau Bogor-Sukabumi-Cianjur.Hasilnya, tingkat isian penumpang cukup tinggi.
"Jumlah penumpang cukup tinggi. Untuk reaktivasi domain pemerintah. Kita hanya menyediakan lokomotif, kereta dan perbaikan stasiun," katanya.
Seperti diketahui proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kini menjadi pro dan kontra karena dianggap belum jadi prioritas. Selain biaya yang sangat besar, ironisnya masih banyak pulau di Indonesia belum memiliki jaringan rel kereta.
Proposal kereta cepat yang dikembangkan China CRH380A membutuhkan investasi US$ 5,585 miliar atau sekitar Rp 78 triliun (1 dolar = Rp 14.000), sedangkan untuk jenis Shinkansen E5 butuh US$ 6,223 miliar atau sekitar Rp 87 triliun. Jumlah ini cukup untuk membangun rel kereta di tiga pulau besar di Indonesia yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengatakan, biaya pembangunan kereta cepat ini tak menggunakan uang APBN. "Begini ya, kereta cepat itu tidak memakai uang APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dari investasi (investor)," kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Skema pembiayaan yang ditawarkan Jepang dan China memang berbeda. Tawaran China cenderung tak melibatkan anggaran APBN secara langsung karena melibatkan BUMN, namun BUMN meminta Penyertaan Modal Negara (PMN) salah satunya untuk kereta cepat. Sedangkan dalam skema yang ditawarkan Jepang, ada peluang masuknya pembiayaan langsung yang berasal dari pemerintah atau APBN.
(feb/hen)