Aksi menaikkan harga saham dilakukan dengan membeli konsensi tambang batu bara di Kalimantan, saham SIAP langsung 'lompat' dari kisaran Rp 100 menjadi Rp 400 per lembarnya.
Namun, tambang tersebut rupanya belum berproduksi sama sekali dan disinyalir hanya modal di atas kertas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita nggak bisa produksi karena belum terima CNC (clean and clear). Dan itu baru keluar akhir November, kalau kita tetap produksi kita melanggar hukum," katanya ditemui usai RUPSLB di Rumah Ranadi, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (20/1/2016).
Selain itu, pertimbangan lainnya, lanjut Rennier, harga batu bara yang masih rendah membuat pihaknya masih menunda untuk menggarap lahan konsesi. Ketika tambang dibuka, justru akan menimbulkan kerugian lebih besar bagi perseroan.
SIAP baru akan memproduksi batu bara setelah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang rampung.
"Kalau kita buka terus ada kebakaran. Maka kita biarkan lapisannya. Kalau dibuka, begitu percikan api ada, itu habis batu baranya. Sedangkan power plant belum siap. Pabrik etanol juga belum, makanya jangan sama sekali dibuka sebelum benar-benar siap," terang Rennier.
"Makanya sekarang sudah pembebasan lahan 98 hektar buat power plant di pinggir sungai di Melak. Tinggal dibangun saja, kita ajukan 2x100 Mega Watt (MW). Mau ekspor juga kita masih tunggu ET (eksportir terdaftar), dan nggak wise kalau ekspor dengan harga batu bara sekarang," ujarnya.
Rennier mengklaim, sejumlah survei telah memastikan kandungan di konsesi yang dibeli SIAP memiliki cadangan batu bara hingga 553 juta ton.
"Anda lihat Newmont sekarang berhenti produksi setelah larangan ekspor, kenapa sahamnya masih tinggi, karena reserve (cadangan) mereka besar. Kita punya reserve 553 juta ton, bisa buat power plant 10.000 MW," tutupnya.
(drk/drk)