"Produksi kita 3 juta ton per tahun. Serapan kita sekitar 700 ribu ton. Mau dikemanakan? Itu mau dipaksa asing masih nggak boleh masuk? Sisanya bagaimana? Mereka (petani) nggak bisa serap dan nggak bisa tadah lagi. Harga jual sudah rendah," kata Saleh saat rapat kerja di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (16/2/2016).
Meski demikian, lanjutnya, pihaknya mengakui ada sejumlah perusahaan pengolahan karet yang masih kesulitan mendapatkan bahan baku, namun di sisi lain masih banyak daerah yang belum memiliki industri pengolahan karet, sehingga karet petani kerap dihargai rendah akibat ongkos logistik yang tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, semakin banyak industri pengolahan karet pasca dibukanya kesempatan untuk asing, maka harga karet di tingkat petani bisa terkerek karena permintaan getah karet juga dipastikan akan melonjak.
"Tentu ada beberapa perusahaan yang kesulitan dapat bahan baku. Justru harga jual karet lebih murah daripada beras. Salah satu cara kita buka siapa pun dia, asing atau lokal untuk bangun industri. Kita mau petani kita dapatkan serapan yang lebih besar," jelas Saleh
Sebagai informasi, pemerintah baru saja membuka 100% kepemilikan bagi asing pada sektor industri karet alam atau crumb rubber lewat penghapusan daftar negatif investasi (DNI).
Β
Pasalnya, saat ini pabrik di dalam negeri telah mengalami kapasitas berlebih (overcapacity). Industri karet sendiri sebelumnya masuk sebagai investasi yang dilarang bagi asing seperti diatur dalam Perpres Nomor 39 tahun 2014.
(hns/hns)