Ketua BPK Harry Azhar Aziz mengatakan, dari Rp 8 triliun kekurangan penerimaan negara tersebut, sekitar 50%-nya berasal dari kegiatan di sektor minyak dan gas (Migas).
"BPK telah melakukan pemeriksaan atas perhitungan bagi hasil minyak dan gas bumi pada SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi) yang menunjukan terdapat biaya yang dibebankan dalam cost recovery pada tujuh Wilayah Kerja Migas yang digarap Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) senilai Rp 4 triliun. Seharusnya tidak dibebankan cost recovery," kata Harry, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayang, ia enggan membeberkan rincian data terkait tujuh wilayah kerja migas dan KKKS yang masuk dalam temuan hasil pemeriksaan timnya di BPK tersebut.
"Saya nggak tahu. Itu nanti silahkan saja anggota komisi VII, kalau ada pertanyaan laporan kami silahkan mereka undang kami dan nanti ada rapat konsultasi sama mereka (Komisi VII DPR)," kilah dia.
Ia mengharapkan, hasil temuannya ini dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah. Harapannya, kekurangan penerimaan negara yang terjadi bisa diminimalisir sehingga dapat dipergunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan pembangunan infrastruktur yang saat ini tengah giat dilakukan Pemerintah.
"Follow up-nya bukan di kita (BPK). Follow up di pemerintah. Nanti kalau pemerintah sudah follow up dia laporkan kepada kita oh ini sudah selesai, ini sudah dan kita tinggal selesaikan ini," tutup Harry. (dna/ang)











































