Permen ESDM ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 (PP 35/2004). Tujuan penawaran PI 10% ini, supaya daerah bisa ikut menikmati kekayaan migasnya. Dengan PI 10%, Pemda berhak mendapatkan 10% dari bagi hasil migas bagian kontraktor.
Tapi ada satu kendala besar dalam pelaksanaan PI 10% untuk daerah, yaitu permodalan. Kebanyakan Pemda tidak punya cukup uang untuk membeli PI 10% itu. Yang sering terjadi adalah, BUMD akhirnya 'ditunggangi' perusahaan swasta yang bermodal besar membeli PI itu lewat BUMD. Akhirnya kekayaan migas bukan dinikmati daerah, tapi oleh swasta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Daerah harus merasakan kekayaan minyak dan gas bumi ini, itu intinya. Salah satu teknis yang kita tawarkan, dan ini akan masuk Permen, (modal yang harus dikeluarkan BUMD) itu di-carry over sama kontraktor. Agar tak memberatkan kontraktor, hitungan keekonomiannya harus pas, bagaimana cara pengembaliannya sehingga kedua belah pihak secara komersial setuju," kata Arcandra, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (15/11/2016).
Menurut Arcandra, itu cara terbaik agar daerah bisa memiliki PI 10% tanpa harus langsung mengeluarkan modal besar dan ditunggangi oleh swasta.
"Ini opsi terbaik, misalnya biaya investasinya US$ 1 miliar. Jadi 10% saja US$ 100 juta. Ada nggak Pemda yang punya duit segitu? Nggak ada," ucapnya.
Arcandra menambahkan, BUMD masuk membeli PI setelah kegiatan eksplorasi yang dilakukan KKKS menemukan cadangan migas yang ekonomis untuk dikembangkan. Dengan begitu, BUMD terhindar dari risiko kerugian akibat kegagalan eksplorasi.
"Dia (BUMD) masuk setelah dilakukan eksplorasi dan dideklarasikan bahwa ini komersial, ekonomis untuk dikembangkan, di saat itulah BUMD masuk," tutupnya. (wdl/drk)