Dosen UI: Secara Hitungan Statistik, Banyak Putusan Kartel KPPU Keliru

Dosen UI: Secara Hitungan Statistik, Banyak Putusan Kartel KPPU Keliru

Muhammad Idris - detikFinance
Rabu, 14 Des 2016 11:14 WIB
Foto: Muhammad Idris
Jakarta - Sejumlah hasil putusan kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dianggap banyak pihak kurang tepat dan tidak berimbang. Salah satunya jika putusan-putusan itu dianalisa dari segi statistik.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Anton Hendranata, selama ini mengamati hasil putusan KPPU yang secara analisa dan hitungan data statistik, banyak tuduhan KPPU yang dibuat investigatornya tidak akurat serta salah alamat.

"Kalau data yang masuk salah, maka jika ditarik hasilnya pun akan salah. Ketika pemetaannya salah pada industri yang dituduh kartel, maka putusannya juga akan salah," papar Anton di acara 'Examinasi Putusan-putusan KPPU' di Pascasarjana UPH, Jakarta, Rabu (14/12/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mencontohkan, pada kasus putusan kartel pada minuman serbuk olahan sachet, KPPU menjerat hanya 5 perusahaan yakni produsen Pop Ice, S'cafe, Milk Juss, Camelo, dan Soo Ice. Padahal di industri ini, setidaknya ada 1.491 produk minuman perasa yang beredar di Indonesia.

"Jika dibuktikan secara statistik, penggunaan teori sampling, maka sampel produk jadi tidak valid. Akibatnya perhitungan market share jadi salah. Dengan jumlah produk 1.491, sebaiknya menggunakan cluster analysis untuk mengelompokkan produk yang sifatnya homogen dengan variabel harga, usia konsumen, pendapatan, dan lainnya," terang Anton.

Dari analisa statistik yang salah untuk pembuktian dari investigator KPPU ini, sambungnya, membuat banyak keputusan KPPU keliru. Kesalahan tersebut antara lain kegagalan mendefinisikan produk yang bersaing, produk subtitusi, kesalahan penghitungan pangsa pasar, dan kegagalan menentukan posisi dominan.

Dia kembali mencontohkan, dalam kasus putusan KPPU atas kartel ban, investigator mengkategorikan semua produsen ban sebagai pabrikan ban yang homogan. Padahal produsen-produsen ban mobil tersebut memproduksi jenis ban dengan diameter ring yang berbeda.

"Padahal mobil penumpang untuk ban ada ring 13, ring 14, ring 15, dan ring 16. Dan setiap ring mempunyai dimensi yang bervariasi lagi. Sehingga di sini ada kesalahan dalam penentuan market share," jelas Anton.

"Kemudian dalam putusan kartel bawang putih, KPPU hanya menganalisa data kenaikan harga setiap tanggal 1 setiap bulannya, sementara data harga di tanggal lain dihilangkan. Ini tidak benar secara statistik, karena menambah observasi yang tidak relevan," kata dosen statistik FE UI ini. (ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads