Acara penandatanganan dilakukan di Ruang Majapahit, Gedung Karsa Kementerian Perhubungan, dan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Kereta Api Ringan/LRT, Suranto dengan Kepala Divisi 1 PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Joko Herwanto dan disaksikan langsung oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Prasetyo Boeditjahjono.
Dalam adendum kontrak ini dilakukan perubahan nilai kontrak yang sebelumnya disepakati Rp 12,5 triliun menjadi Rp 10,9 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan LRT Jabodebek yang tersandung pembiayaan, LRT Palembang justru secara penuh akan didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pembayaran akan dilakukan pada saat pengerjaan konstruksi selesai di 2018 (sesuai dengan kontrak), dan akan dikenakan bunga sebesar 5% yang juga akan ditanggung APBN apabila pembayaran dilakukan lewat dari tenggat waktu kesepakatan.
"Jadi Rp 10,9 triliun itu dibayarkan pada saat diselesaikan konstruksi. Artinya sampai 2018. Apabila pembayaran lebih dari 2018, berarti ada konsekuensi bunga yang akan dibayarkan oleh pemerintah, dengan bunga 5% per tahun," ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Prasetyo Boeditjahjono yang hadir pada kesempatan yang sama.
Sebagai informasi, pembangunan LRT Palembang di Sumatera Selatan dengan total panjang 23,4 km menggunakan lebar jalur 1067 mm. Ruang lingkup pembangunan terdiri dari jalur sebagian besar merupakan jalur layang, 13 stasiun, fasilitas operasi (termasuk 9 gardu listrik) dan 1 depo dengan kapasitas 14 train set masing-masing terdiri dari 3 kereta. Adapun masing-masing kapasitas kereta adalah 180-250 penumpang.
Pembangunan LRT Palembang ini telah dimulai sejak 21 Oktober 2015 dan ditargetkan akan selesai pada 30 Juni 2018 dengan tujuan meningkatkan transportasi perkotaan melalui percepatan waktu tempuh, mengurangi kemacetan serta meningkatkan keselamatan transportasi di Sumatera Selatan. (dna/dna)











































