Tetapi dalam rapat, Edwin sama sekali tak ditanya perihal holding BUMN Migas. Para Anggota Komisi VI DPR malah mencecar soal pencopotan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang, dari jabatan mereka sebagai Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero), pada 3 Februari 2017 lalu.
Misalnya Irmadi Lubis, salah satu Anggota Komisi VI DPR, yang mempertanyakan mengapa sampai ada jabatan Wadirut di Pertamina. Adanya Wadirut ini menimbulkan banyak masalah dalam pengambilan keputusan, mulai dari soal penetapan kenaikan harga Pertamax sampai impor Solar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu diangkat Wadirut, Pak Deputi (Edwin) menjamin bahwa enggak akan ada masalah. Ada masalah impor solar yang cuma diteken Wadirut, keputusan kenaikan harga Pertamax. Peta-peta konflik ini banyak beredar di pasar. Tidak pernah terjadi dalam sejarahnya Pertamina seperti ini. Kemudian atas dasar apa komisaris utama menaikkan posisi Wadirut saat itu?" kata Irmadi, dalam Rrapat yang diadakan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Edwin yang juga menjabat sebagai salah satu Komisaris Pertamina menjelaskan, adanya jabatan Wadirut berawal dari reorganisasi di Pertamina pada 2015. Sebagai perusahaan yang sedang bertransformasi menjadi 'energy company', bukan hanya mengurusi minyak bumi saja, maka pengelolaan Pertamina menjadi lebih rumit.
Sejalan dengan itu, muncul Peraturan Presiden (Perpres) soal pembangunan kilang minyak. Pertamina diminta meningkatkan kapasitas kilang dari saat ini hanya 1 juta barel per hari (bph) menjadi 2,2 juta bph. Dengan adanya proyek kilang bernilai ratusan triliun, maka diperlukan direktur baru yang khusus mengurusi ini.
Proyek kilang terlalu besar untuk ditangani oleh seorang Senior Vice President (SVP), Direktur Pengolahan juga sudah disibukkan oleh operasional kilang sehari-hari. Maka direksi Pertamina ditambah, ada Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina.
Melihat banyaknya direktorat di Pertamina, Dewan Komisaris Pertamina menilai, terlalu berat bagi seorang Dirut untuk mengontrol semuanya secara langsung. Sebuah perusahaan konsultan bernama PT Accenture disewa untuk merancang organisasi baru Pertamina.
Dari hasil kajian Accenture, dinyatakan bahwa perlu jabatan 'Chief Operating Officer' (COO) yang berada di atas direktur pengolahan dan direktur pemasaran. Inilah yang kemudian diterjemahkan sebagai wadirut oleh Dewan Komisaris Pertamina.
Setelah itu disampaikan usulan kepada Menteri BUMN, Rini Soemarno, untuk menunjuk Wadirut Pertamina.
"Kita pisahkan direktorat pengolahan dan direktorat megaproyek. Kemudian COO yang koordinir operasional kilang dan pemasaran. Dari hasil konsultan Accenture, ada posisi direktur yang di atas direktur pengolahan dan direktur pemasaran. Bahasanya COO, itu mengkoordinir 2 direktur di bawahnya. Kita interpretasikan sebagai Wadirut karena dia bertanggung jawab atas operasional hilir Pertamina, secara fungsi jobdesk-nya kurang lebih sama. Kemudian kami usulkan ke Ibu Menteri," paparnya.
Tetapi para anggota dewan tak puas dengan penjelasan dari Edwin. Berhubung akan ada Rapat Paripurna DPR pada hari ini, rapat segera diakhiri pada 13.30 WIB.
Untuk membahas lebih lanjut mengenai masalah pencopotan Dirut dan Wadirut Pertamina ini, Komisi VI DPR sepakat membentuk panitia kerja (panja).
"Atas permintaan Anggota Komisi VI akan dibentuk Panja. Susunan ditentukan pada rapat intern yang akan datang. Kami Komisi VI memutuskan membentuk Panja," kata Inas saat menutup rapat. (mca/wdl)











































