Menurut Tito hal tersebut seharusnya jangan dulu dilontarkan ke publik kalau masih berupa rencana. Sebab sebagai perusahaan publik hal itu bisa menjadi sentimen penggerak saham DLTA di pasar saham.
"Tolong bilang ke Sandi kalau mau jual jangan bilang-bilang karena itu mempengaruhi pasar," tuturnya di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (3/5/2017).
Tito menjelaskan, jika pemegang saham mayoritas dari perusahaan publik harus memberikan laporan secara resmi terlebih dahulu ke otoritas pasar modal yakni BEI sebelum dilontarkan ke publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada prinsipnya, lanjut Tito, siapa pun pemegang saham utama tidak boleh menimbulkan guncangan yang mempengaruhi pasar. Pernyataan yang ingin melepas seluruh saham yang dimiliki tentu menimbulkan gejolak di antara para pemegang saham lainnya.
"Kalau misal tiba-tiba tidak jadi bisa ada sangsinya loh, karena dia telah membuat pasar bergejolak," imbuhnya.
Untuk sanksi menurut Tito bisa bermacam-macam, mulai dari sanksi administrasi, denda dan peringatan. Sebab bisa saja para pemegang saham minoritas DLTA berinvestasi lantaran ada saham Pemprov DKI Jakarta di perusahaan tersebut.
"Mungkin dia beli dulu gara-gara ada DKI-nya, begitu dijual panik. Terus enggak jadi kan mempengaruhi. Jadi dia tidak boleh ngomong begitu," tukasnya. (ang/ang)