Bisakah Rumah Murah Berlokasi Dekat Pusat Kota?

Bisakah Rumah Murah Berlokasi Dekat Pusat Kota?

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 06 Mei 2017 19:10 WIB
Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta - Penyediaan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih berada di lokasi yang jauh dari pusat kota. Bahkan, lokasi hunian murah tersebut masih banyak yang belum tersentuh oleh layanan transportasi masal.

Corporate Secretary PT Intiland Development, Theresia V Rustandi mengatakan, pemerintah harus segera menetapkan zonasi pembangunan rumah murah di Indonesia.

"Karena kalau program FLPP ini sudah baik, yang DP 1% dengan harga Rp 112 juta itu sudah baik," kata dia saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Sabtu (6/5/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penetapan zonasi, kata Theresia, sangat diperlukan jika memang pemerintah serius menyediakan rumah bagi masyarakat Indonesia. Sebab, angka kebutuhan rumah atau backlog di Indonesia sebesar 13 juta setiap tahunnya.

Apalagi, lanjut Theresia, dari seluruh provinsi di Indonesia hanya 7 provinsi yang memiliki rencana tata ruang.

"Jadi sarannya cuma 1, sebaiknya zonasinya di daerahnya ditetapkan pemerintah dan zonasi itu tidak boleh berubah. Misalnya di Bogor ada 20 hektar harus untuk FLPP, dan zonasi itu harus untuk FLPP," ungkapnya.

Theresia menuturkan, pemerintah juga harus bisa memastikan bahwa rumah murah bukan menjadi ajang pembelian aset bagi masyarakat. Maksudnya, ketika MBR sudah membeli rumah murah diwajibkan untuk ditempati, bukan sekedar membeli lalu tidak ditempati.

Tidak hanya itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa masyarakat MBR yang telah sukses harus segera pindah ke hunian yang setara dengan tingkatnya.

"Ketika masyarakat sudah mampu terus mau beli mobil itu tidak boleh, karena jalanannya bukan untuk mobil, enggak boleh dong. Kalau kamu sudah mampu mending kamu pindah ke lokasi yang memang bukan untuk FLPP, jadi naik kelasnya harus begitu, agar masyarakat yang mampunya FLPP itu tetap dapat jatah rumah, dan rumah itu memang diperuntukkan untuk MBR. Kalau mampu pindah saja, jangan sampai rusun tapi isinya mobil semua," tegasnya.

Mengenai MBR yang naik kelas, bisa melakukan penjualan kepada pemerintah atau pengembang dengan harga jual yang tentunya tidak berbeda jauh dari harga awal pembelian.

"Jadi yang FLPP dia beli dia jual ke pemerintah lagi, berapa harganya pemerintah yang tetapkan. Misalnya belinya Rp 112 juta, jualnya Rp 115 juta misalnya, kan pemerintah juga masih menjaga secondary market-nya," tukas dia. (ang/ang)

Hide Ads