Dalam Permen ini, para kontraktor migas diwajibkan melepas 10% Participating Interest alias hak kelola blok migas kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Pemerintah daerah (pemda) tetap bisa memperolehnya meski tak punya dana. Uang untuk membeli 10% hak kelola itu dibayar ke kontraktor dengan cara mencicil. Uang cicilannya dipotong dari pendapatan bagian daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan bahwa hak kelola 10% ini diberikan agar daerah ikut memiliki, ikut menikmati kekayaan migas di wilayahnya.
Dengan ikut menjadi pemilik, pemda diharapkan mau mempermudah perizinan, tidak menerbitkan peraturan-peraturan daerah yang menghambat kegiatan operasi dan produksi di wilayah kerja migas.
"Izin di daerah kita perbaiki lewat PI 10%. Kita kasih 10% ke daerah, semoga daerah tidak menyulitkan dengan perda-perda yang tidak memberi added value," kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (12/5/2017).
Bahkan kalau bisa, pemda sendiri yang mengurus izin-izin di daerahnya. "Izin-izin daerah kalau bisa diurus pemda karena mereka dapat 10%. Itu tujuannya PI 10%," papar Arcandra.
Jika pemda membuat perda-perda atau izin yang mempersulit, tentu mereka sendiri yang akan rugi, mereka bisa kehilangan pendapatan dari migas. Sebaliknya kalau blok migas bisa cepat berproduksi karena tak terbelit izin-izin di daerah, kegiatan operasinya lancar, pemda kecipratan rezeki.
"Kalau dia memperlambat izin, pengembaliannya (investasi) juga lambat kan? Pemda akan menikmati hasilnya kalau enggak ada perda-perda yang menyusahkan," dia menambahkan.
Bagi kontraktor migas, mungkin ada beban yang timbul karena harus melepas 10% hak kelola ke BUMD. Tapi kontraktor akan diuntungkan juga dalam jangka panjang. Pemda akan cenderung memberi kemudahan, bukan mempersulit.
"Kalau itu terlaksana ada benefit enggak untuk KKKS? Banyak," tutupnya. (mca/ang)