Konsep bisnis Sevel ini mampu menarik konsumen di mana-mana, bahkan konsep tempat nongkrong-nya diikuti oleh berbagai pemain ritel lainnya, baik dengan konsep convenience store atau konsep minimarket dengan menambah sarana tempat kongkow.
Meski memberikan tempat nongkrong yang asik bagi para pelanggannya, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan pendapatan yang masuk ke dalam kantong kas PT Modern Sevel Indonesia (MSI).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya ada beberapa faktor yang menyebabkan bisnis secara general bisa tutup, pertama, target penjualan. Di dalam bisnis ketika target penjualan tidak tercapai dan tidak mampu menutupi biaya operasional dalam waktu yang lama biasanya ini yang menjadi faktor utama bisnis ditutup," kata Pengamat Waralaba Tri Rahardjo kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (24/6/2017).
Alasan selanjutnya, kata Tri Rahardjo, mengenai persaingan, dengan keberhasilan konsep Convenience Store sekaligus tempat nongkrong langsung diikuti oleh kompetitor menyebabkan tingkat persaingan lebih ketat di kategori bisnis tersebut. Sehingga konsep bisnis yang lebih efisien dan efektif yang akan bertahan. Ketiga, mengenai daya beli.
"Kecenderungan konsumen berlama-lama nongkrong namun sayang tidak diimbangin dengan nilai uang yang dibelanjakan," tegas dia.
Meski demikian, Tri Rahardjo masih berharap Sevel bisa bangkit dan meramaikan persaingan usaha ritel di Indonesia, dengan catatan menyesuaikan konsep dan model bisnis yang ada sekarang ini. (mkj/mkj)