Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah memberikan apresiasi kepada seluruh pihak parlemen atas pandangan, pendapat, masukan hingga saran kepada pemerintah terkait pelaksanaan APBN 2016.
"Pandangan Fraksi-Fraksi DPR-RI tersebut akan menjadi masukan yang konstruktif bagi Pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara untuk kesejahteraan rakyat Indonesia," kata Sri Mulyani di Ruang Rapat Paripurna DPR, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu Wahyu Sanjaya mewakili Fraksi Partai Demokrat (F-PD), Sukiman mewakili Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), Marwan Dasopang mewakili Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB), Andi Akmal Pasluddin mewakili Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), lrgan Chairul Mahfiz mewakili Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP). Taufiqulhadi mewakili Fraksi Partai Nasinal Demokrat (F-NASDEM), dan Djoni Rolindrawan mewakili Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-HANURA).
Pandangan, pendapat, masukan, hingga saran kepada pemerintah terkait pelaksanaan APBN 2016, kata Sri Mulyani, sebagai modal pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, sehingga keuangan negara digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat lndonesia. APBN 2016 juga mencapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) darl Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016 serta peningkatan Opini Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dan Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, tahun anggaran 2016, kondisi perekonomian dunia masih belum menunjukkan pemulihan dan masih mengalami tekanan perlemahan yang terlihat dari masih rendahnya harga komoditas pertambangan dan perkebunan, dan rendahnya volume perdagangan dunia. Kondisi ini sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia dan tentunya mempengaruhi pendapatan negara.
Perekonomian global masih terus mengalami ketidakpastian, bersumber dari normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS), risiko keamanan dan geopolitik, ketegangan di Timur Tengah dan Korea Utara, dampak Brexit, serta moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok, yang mempengaruhi kinerja perdagangan internasional.
"Pemerintah lndonesia terus berupaya melaksanakan program pembangunan dan Nawa Cita dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, dan meningkatkan produktivitas dan daya saing perekonomian Indonesia," tambah dia.
Adapun, pencapaian pembangunan tahun 2016 antara lain pertumbuhan ekonomi mencapai 5,02%, Iebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,8%. Pendapatan per kapita mencapai sebesar Rp 47,96 juta/tahun, Iebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 45,14 juta/tahun.
Gini Ratio membaik dari tahun 2015 sebesar 0,402 menjadi sebesar 0,397. Tingkat inflasi mencapai 3,02%, menurun dibandingkan tingkat inflasi tahun 2015 sebesar 3,35%. Angka inflasi ini merupakan inflasi tahunan terendah sejak tahun 2010. Tingkat pengangguran mencapai 5,6%, menurun dibandingkan tahun 2015 sebesar 6,2%.
Tingkat kemiskinan mencapai 10,7%, menurun dibandingkan tahun 2015 sebesar 11,2%. Nilai tukar rupiah atas US$ pada tahun 2016 menguat pada kisaran Rp 13.307/US$ di tengah kecenderungan penguatan dolar AS karena keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan terpilihnya Presiden Amerika Serikat.
Lanjut Sri Mulyani, dalam mengelola perekonomian dihadapkan pada situasi global yang dinamls dan aspirasi masyarakat yang terus meningkat, Pemerintah menggunakan seluruh instrumen kebijakan agar kinerja perekonomian terus membaik dan fundamental ekonomi nasional dapat diperkuat. Kebijakan fiskal melalui APBN merupakan instrumen pengelolaan ekonomi yang sangat penting melalui fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi ekonomi.
"Paket-paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan Pemerintah sangat penting dalam meningkatkan kinerja ekonomi dalam bentuk pertumbuhan ekonomi, meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta memerangi kemiskinan dan menurunkan kesenjangan," jelas dia.
Demikian tanggapan pemerintah menanggapi pandangan dan pertanyaan F-GERINDRA, F-PKB, F-PKS, dan FNASDEM mengenai realisasi tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dapat dijelaskan sebagai berikut. Di tengah perekonomian global yang masih lemah, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 menunjukkan perbaikan dan tren positif yaitu tumbuh sebesar 5,02%, dibandingkan dengan tahun 2015 yang tumbuh sebesar 4,8%.
Kinerja tersebut didukung oleh sisi permintaan yang terjaga terutama konsumsi masyarakat dan investasi, dan bahkan ekspor juga mulai menunjukkan pemulihan pada kuartal terakhir 2016. Kondisi ini sangat positif, mengingat pada tahun 2016 Pemerintah terpaksa melakukan beberapa langkah drastis dalam bentuk pemotongan anggaran akibat revisi menurun dari target penerimaan perpajakan, yang berakibat terjadinya kontraksi dari sisi permintaan Pemerintah di perekonomian.
Menanggapi pandangan dan pertanyaan dari F-PDIP, F-GERINDRA, F-PD, FpAN, F-PKB, F-PKS, F-PPP, dan F-NASDEM terkait pendapatan negara termasuk pendapatan perpajakan dapat dijeiaskan sebagai berikut.
Realisasi Pendapatan Negara 2016 meningkat Rp 47,9 triliun atau 3,2% dibandingkan dengan realisasi 2015. Realisasi Pendapatan Negara tersebut terdiri dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 1.284,9 triliun, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 261,9 triliun, dan Penerimaan Hibah sebesar Rp 8,9 triliun.
Masih Iemahnya ekonomi global dan rendahnya harga komoditas sangat mempengaruhi penerimaan perpajakan termasuk dari sektor migas dan PNBP sumber daya alam, dan penerimaan kepabeanan. Penerimaan perpajakan dalam negeri meningkat sebesar 3,7%, menggambarkan tantangan yang sangat serius dalam peningkatan penerimaan perpajakan, dan pentingnya memelihara disiplin anggaran untuk tidak menciptakan defisit anggaran yang makin melebar.
Oleh karena itu reformasi perpajakan menjadi sangat penting dilaksanakan dengan ambisius dan konsisten. Pemerintah sangat mengharapkan dukungan DPR dalam melaksanakan reformasi perpajakan yang sangat penting bagi negara kita.
Selanjutnya, kata Sri Mulyani, Pemerintah memiliki pendapat yang sama dengan F-PDIP, F-GERINDRA, F-PD, F-PAN, F-PKB, F-PKS, F-PPP, dan F-NASDEM terkait kualitas belanja negara, kinerja realisasi belanja negara, dan perlu ditingkatkannya belanja modal. Oleh sebab itu, Pemerintah terus berupaya mengelola APBN secara efektif, eflsien, prudent dan akuntabel untuk sebesar-besarnya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Menurut Dia, pada tahun 2016 dengan dilakukannya revisi ke bawah penerimaan perpajakan secara signmkan agar APBN kembali kredibel dan sustainable, pemerintah mengambil langkah strategis untuk mengendalikan belanja dengan tetap memprioritaskan sektor produktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemerintah melakukan penghematan untuk belanja barang dan belanja perjalanan dinas tanpa mengganggu pelayanan publik.
Sebagai akibat kebijakan pengendalian belanja tersebut, realisasi Belanja Negara pada tahun 2016 dapat ditekan lebih rendah dari yang direncanakan dalam APBN-P TA 2016, meskipun masih lebih tinggi Rp 57,8 triliun atau 3,2% dibandingkan dengan realisasi tahun 2015.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sependapat dengan pernyataan F-PDIP, F-PG, dan F-PD bahwa kinerja pelaksanaan anggaran belanja harus selaras dengan amanat konsititusi yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, memenuhi prinsip tertib, efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab.
Menanggapi pandangan F-PD. F-PKB, dan F-PAN mengenai Transfer ke Daerah, Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah telah dan akan terus meningkatkan efektivitas Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dengan beberapa kebijakan antara lain, penyaluran berdasarkan kinerja penyerapan dan capaian atas penggunaan TKDD yang disalurkan pada tahun sebelumnya, peningkatan kualitas belanja infrastruktur daerah untuk meningkatkan pelayanan dasar publik, dan melakukan monitoring dan evaluasi serta analisis kinerja pelaksanaan DAK Fisik dan Dana Desa.
Selanjutnya, terkait pandangan F-PDIP, F-PG, F-GERINDRA, FuPD, F-PAN, FPKS, dan F-NASDEM mengenai pengelolaan defisit dan kebijakan pembiayaan, Sri Mulyani menjelaskan, langkah-langkah revisi penerimaan perpajakan agar mencerminkan target yang realistis dan kredibel, serta keputusan pengurangan belanja dan penerapan disiplin belanja merupakan wujud nyata untuk mengendalikan defisit agar tetap di bawah 3% sesuai peraturan perundangan-undangan. Pada tahun 2016, rasio defisit adalah 2,49% terhadap PDB, dan pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5,02%.
"Hal ini menunjukkan pemerintah dapat mengendalikan defisit pada tingkat yang masih produktif yang sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengendalikan defisit anggaran dan mencegah tambahan utang secara hati-hati, pemerintah akan terus meningkatkan penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak serta melakukan efisiensi terhadap belanja yang tidak produktif," papar Sri Mulyani.
Dia mengatakan, pemerintah selalu memperhitungkan keberlanjutan APBN (fiscal sustainability), dan kemampuan untuk membayar utang tersebut. Pada tahun 2016, posisi utang pemerintah masih cukup aman, yang ditunjukan dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 28%. Angka rasio utang tersebut masih lebih rendah, dibandingkan dengan beberapa negara G-20 dan beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia sebesar 53,2% dan Thailand sebesar 44,4% dari PDB negara negara tersebut.
Kemudian Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sependapat dengan pandangan dan masukan dari F-PDlP agar struktur utang harus dikelola dengan baik dan pada masa mendatang tidak membebani keuangan negara. Untuk itu, kebijakan pembiayaan dan pengadaan utang baru, lebih memprioritaskan sumber dalam negeri yaitu penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Pengadaan utang baru dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pengeluaran belanja, ketersediaan alternatif sumber pembiayaan, serta kondisi portofolio dan risiko utang. Pada tahun 2016 pemerintah juga menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL), sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam negeri untuk mengurangi peningkatan utang Pemerintah.
Lalu, Sri Mulyani juga mengatakan, pemerintah sependapat dengan pendapat F-PDIP, F-PG, F-PAN, F-PKS, dan FHANURA terkait perlunya perbaikan laporan keuangan dan upaya strategis untuk peningkatan Opini atas LKKL yang masih memperoleh Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), maupun Opini Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer). Sehubungan dengan peningkatan kualitas LKPP dan LKKL dapat dijelaskan bahwa Pemerintah secara berkelanjutan telah melakukan langkah-langkah, antara lain Peningkatan komitmen Menteri/Pimpinan Lembaga maupun Pimpinan Satuan Kerja, Pendidikan dan pelatihan Sumber Daya Manusia, Penyempurnaan sistem dan prosedur penganggaran. pelaksanaan anggaran, akuntansi dan teknologi informasi, Pengimplementasian single database dalam penyusunan LKKL melalui aplikasi rekonsiliasi secara elektronik (Aplikasi E-Rekon-LK) untuk meminimalkan terjadinya selisnh pencatatan, Peningkatan kualitas Sistem Pengendalian lntemal Pemerintah dan optimalisasi peran Aparat Pengawasan lntemal Pemerintah dan Pembentukan Task Force serta bimbingan teknis bagi K/L yang belum mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian.
Menanggapi tanggapan dari F-PDIP, F-PG, F-PD, F-PAN, F-PKB, F-PKS. Fa PPP, F-NASDEII. dan F-HANURA mengenai tindak lanjut temuan pemeriksaan dan rekomendasi BPK, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan tetap serius seda kawalan dalam menindaklanjuti seluruh temuan pemeriksaan dan rekomendasi BPK.
Dalam rangka menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi BPK tersebut. sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pemerintah telah membuat dan menyampaikan action plan yang terukur kepada BPK. Untuk memastikan penyelesaian tindak lanjut temuan tersebut, pemerintah melakukan monitoring pelaksanaan tindak lanjut temuan pemeriksaan secara periodik dengan unit-unit terkait. pemerintah juga melakukan komunikasi dengan BPK secara berkala untuk memastikan penyelesaian tindak lanjut yang dilakukan pemerintah.
"Demikianlah tanggapan Pemerintah atas Pandangan Fraksi-Fraksi DPR-RI terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2016. Pemerintah menyambut baik persetujuan seluruh Fraksi DPR-Rl untuk membahas RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2016, " pungkas dia. (wdl/wdl)