Sekretaris Jenderal Kemendag, Karyanto Suprih, mengatakan harga acuan tersebut dikeluarkan sebagai harga acuan untuk pengendalian harga di pasaran.
Jadi harga acuan itu dipakai untuk stabilisasi harga. Kalau bahan pangan harganya naik tinggi dari harga acuan, bisa segera diambil tindakan. Menurut dia, harga acuan dari Permendag tersebut sifatnya untuk menjadi tolak ukur stabilnya harga pangan di pasaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Permendag 47 itu belum diundangkan, masih dalam tahap proses sosialisasi. Bahwa dengan harga acuan itu bisa jadi pengendali harga untuk mengetahui harga itu stabil atau tidak, tapi soal wajib atau tidak masih dalam tahap sosialisasi, dan belum diundangkan," kata Karyanto kepada detikFinance, Rabu (26/7/2017).
Soal aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang diberlakukan wajib pada pedagang ritel modern untuk komoditas gula pasir, minyak goreng kemasan sederhana, dan daging beku, hal tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Kemendag dan pelaku usaha.
"HET itu kesepakatan bersama distributor, produsen, yang difasilitasi Kemendag untuk harga yang disepakati bersama. Jadi sepakat di harga mana agar masing-masing tak ada yang dirugikan. Jadi di situ semua pihak harus menjalankannya," ungkap Karyanto.
Saat ini Satgas Pangan sedang melakukan pendalaman terkait beras. Kemendag mendukung dengan memberikan data dan informasi yang diperlukan.
"Jika ada komoditi yang dijual di atas harga acuan, perlu dicari penyebabnya. Kita tunggu hasil pendalaman dari kepolisian," pungkas Karyanto. (idr/hns)