Harga Patokan Beras Perlu Dievaluasi, Kenapa?

Harga Patokan Beras Perlu Dievaluasi, Kenapa?

Citra Fitri Mardiana - detikFinance
Kamis, 24 Agu 2017 20:02 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium dan medium dinilai harus dievaluasi kembali usai penerapannya 1 September 2017 mendatang. Menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Firdaus, HET beras medium sebesar Rp 9.450 per kilogram (kg) tidak bisa menjangkau seluruh tipe beras medium yang ada.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tipe beras medium terdiri dari 3 jenis, medium 1, 2 dan 3. Sementara HET Rp 9.450 dari pemerintah hanya sesuai dengan beras tipe medium 1. Sedangkan medium 2 dan 3 harga di pasaran masih berkisar Rp 10.500 per kg.

"Karena medium itu ada medium 1,2, dan 3. Harga medium yang Rp 9.450/kg hanya bisa efektif untuk medium yang kelas 3. Kalau yang kelas 1 dan 2 pasti di atas itu. Data BPS itu untuk medium 1 dan 2 sekitar Rp 10.500 di harga pasar becek," ungkap Firdaus saat dihubungi detikFinance, Kamis (24/8/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Oleh karena itu, HET beras masih perlu dievaluasi, karena pemerintah memiliki tanggung jawab penuh terhadap pengendalian harga hingga tingkat pengecer.

"Penetapan HET itu langkah maju tapi perlu dievaluasi efektivitasnya. Konsekuensi HET, pemerintah harus menjamin harga di bawah itu. Kalau harga beras itu terjadi (di pasaran) lebih tinggi dari itu, pemerintah punya tanggung jawab besar," jelasnya.


Menurutnya di beberapa negara yang sudah menerapkan kebijakan HET, para pedagang yang tidak mengikuti aturan bisa dikenakan tindak pidana. Namun pada penerapannya nanti, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku akan menerapkan sanksi berupa pencabutan izin usaha bagi para pedagang yang menjual beras di atas HET.

"Kalau HET ada kewajiban pemerintah untuk kontrol. Konsumen kalau temukan harga itu ada hotline number. Mereka langsung bikin pengaduan. Kalau di luar negeri itu HET bisa masuk ke tindak pidana," kata Firdaus.

(hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads