Koordinator Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi, Dwiatmoko Setiono, mengungkapkan mahalnya harga gula dibandingkan negara tetangga ini pula yang menjadi penyebab utama gula kristal rafinasi (GKR) yang seharusnya untuk bahan baku industri merembes ke pasar.
"Harga gula di Indonesia salah satu yang paling mahal di dunia, juga di ASEAN. Saya sendiri sebagai pembeli besar gula rafinasi antara Rp 8.000-9.000/kg. Kalau dengan PPN ya rate harga Rp 9.000-10.000/kg. Gula di Malaysia saya ke sana hanya sekitar RM 2/kg. Sementara gula di perbatasan (Indonesia-Malaysia) Rp 7.000/kg. Di Thailand Rp 6.000/kg," kata Koordinator Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi, Dwiatmoko Setiono, di Jakarta, Rabu (27/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian gula kristal putih (GKP) yang rata-rata diproduksi pabrik gula dalam negeri dan diperuntukkan untuk konsumsi masyarakat umum. Kemendag sendiri menetapkan HET GKP sebesar Rp 12.500/kg.
"Pertanyaannya dari mana rembesan itu? Kalau industri makanan minuman yang beneran, dia jualan kopi campur gula dia sudah bisa jual dengan harga mahal. Ngapain dia dia rembesin cuma jual gula pasir," ungkap
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Nurkhabsin, mengungkapkan harga gula di Indonesia relatif lebih mahal dibandingkan dengan negara tetangga, apalagi dengan sesama negara produsen gula.
"Harga kalau dengan sesama produsen gula kita lebih mahal, tapi kalau dengan negara bukan produsen bisa lebih murah atau lebih mahal. Di luar negeri pun kalau bicara gula dibagi dua, gula pasir dan gula mentah, seperti di Malaysia, gula rafinasi ya gula pasir. Sementara di Indonesia gula pasir ada dua, rafinasi dan gula kristal putih," tutur Nurkhabsyin. (idr/hns)











































