Sekretaris Jenderal Kemendag, Karyanto Suprih, sekitar 300.000 ton gula rafinasi beredar di pasar tiap tahun. Pihaknya akan memberikan tindakan tegas kepada pelaku usaha yang melakukan tindakan ilegal tersebut.
"Berdasarkan surveyor, setiap tahun sekitar 300.000 ton yang bocor. Ini yang kita tangkap tangan oleh Pak Dirjen (Perlindungan Konsumen) di Bogor dan Ciawi 20 sekian ton," ucap Karyanto ditemui di lapangan parkir Kemendag, Kamis (28/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulai dari pencabutan izin usaha bagi produsen yang kedapatan menjual gula rafinasi ke pasar, atau penghentian stok gula bagi industri makanan minuman pengguna yang menyalahgunakan bahan baku gulanya.
"Untuk pembocor GKR ini kalau dari industri makanan minuman, dia tidak akan disuplai lagi gulanya, disetop. Karena dia telah membocorkan gula rafinasi yang tidak boleh beredar yang dikhususkan untuk industri. Kalau dia produsen, izin dicabut, tak boleh impor (raw sugar), dan (masuk) black list," tandas Karyanto.
Lanjut dia, selain untuk memberikan efek jera pada perusahaan pembocor rafinasi, pemusnahan yang dilakukan pada 21,3 ton gula rafinasi itu juga untuk memberikan peringatan pada perusahaan lain pengguna rafinasi yang menjual gula industri itu ke pasar.
"Ini sekaligus jadi pesan ke pengusaha. Janganlah main-main terhadap aturan yang ditetapkan," pungkas Karyanto.
Sebagaimana diketahui, di Indonesia, ada dua jenis gula pasir yang beredar, yakni gula rafinasi atau GKR yang sebenarnya diperuntukkan untuk industri makanan dan minuman yang kebutuhan setiap tahunnya mencapai 3 juta ton. Hampir seluruh bahan baku GKR dari impor. Harganya pun relatif murah yakni kisaran Rp 8.000-9.500/kg.
Kemudian gula kristal putih (GKP) yang rata-rata diproduksi pabrik gula dalam negeri dan diperuntukkan untuk konsumsi masyarakat. Kemendag sendiri menetapkan HET (harga eceran tertinggi) GKP sebesar Rp 12.500/kg. (idr/hns)











































