Keluhan tersebut salah satunya diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani yang mengatakan BUMN terlalu mendominasi proyek-proyek pemerintah, sementara pihak swasta tidak kebagian.
Di sisi lain, pengusaha properti yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) DKI Jakarta mengaku tidak mendapat bagian dalam proyek hunian berkonsep Transit Oriented Development (TOD) alias rusun nempel stasiun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang itu kan tanah negara, tanah KAI kan," kata Basuki di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Namun, Basuki memastikan, pemerintah sangat membuka diri kepada pihak swasta yang ingin terlibat dalam pembangunan hunian berkonsep TOD. Hanya saja, ada syarat yang harus dipenuhi oleh swasta.
"Bisa saja (swasta), makanya di tempat saya (Kementerian PUPR) kalau TOD itu harus minimal 30% untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah), mau enggak itu swasta ?" kata Basuki.
Tidak hanya menyiapkan minimal 30% hunian untuk MBR, swasta juga harus menyanggupi nilai Rp 7 juta/meter per segi untuk tanah dengan luas satu hunian sekitar 32 meter atau dengan kata lain harga jual huniannya harus Rp 224 juta.
"Jadi kita punya ancang-ancang itu. 35% minimal harus untuk MBR. Kalau luasannya 32 meter persegi, harganya Rp 224 juta. Kalau mau, mereka (swasta) bisa?" jelas dia. (dna/dna)