Solusi dari Kebingungan Banyak Orang Tentang Kondisi Ekonomi RI

Solusi dari Kebingungan Banyak Orang Tentang Kondisi Ekonomi RI

Maikel Jefriando - detikFinance
Senin, 30 Okt 2017 12:12 WIB
Foto: Dikhy Sasra
Jakarta - Kebingungan masyarakat belum selesai hanya dengan sekadar jawaban. Negara ini butuh solusi, agar konsumsi seluruh masyarakat bisa kembali naik dan ekonomi tumbuh tinggi.

Bila jawaban dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok menengah atas atau yang bisa disebut orang kaya dan kelompok menengah bawah alias orang miskin, maka solusi yang ditawarkan juga terpisah.

Demikian diungkapkan oleh Chatib Basri, Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat berbincang dengan detikFinance, Senin (30/10/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Orang kaya, dalam persoalan ini membutuhkan kepercayaan. Artinya pemerintah beserta regulator lainnya perlu menyingkirkan kekhawatiran yang muncul belakangan, dari gejolak sosial politik, pajak hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hal ini mengingat, orang kaya tidak alami kelesuan daya beli. Pendapatannya tetap naik, cuma lebih banyak disimpan di perbankan

"Jadi yang kena itu efek psikologis, itu yang harus disasar," ungkap Chatib.

Sementara itu bagi orang miskin perlu ada stimulus lebih. Chatib mengpresiasi dari yang sudah dilakukan oleh pemerintah sekarang. Akan tetapi belum cukup ampuh di tengah perlambatan ekonomi.

Dari kebijakan yang sudah ada, seperti program keluarga harapan (PKH). Pada APBN 2018, pemerintah menaikkan cakupan dari 6 juta menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat.

"Kalau 10 juta itu enggak cukup. Kalau bisa dinaikkan sampai 15 juta keluarga, agar bisa menyasar yang rentan miskin," jelas Chatib.

Selanjutnya terkait bantuan pangan non tunai. Menurut Chatib, kebijakan tersebut sebenarnya bagus, namun tidak tepat bila dipaksakan berjalan sekaligus pada periode sekarang.

Alasannya, warung yang bisa menerima kartu tersebut tidak banyak, karena perlu ada infrastruktur tambahan. Sehingga lebih baik bila pemerintah kembali menyalurkan dalam bentuk uang melalui perbankan atau kantor pos.

"Ketimbang kartu atau raskin mending langsung kasih uangnya saja. Salurkan lewat kantor pos, jadi enggak dikorupsi di tengah," terangnya.

Solusi lain adalah pemberian sejumlah uang langsung kepada masyarakat atau yang sebelumnya dikenal dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Chatib menyadari secara politik memang akan mendapat banyak kritik, namun hal tersebut ampuh.

"Kasih saja BLT, uangnya pasti dipakai belanja," tegas Chatib.

Kekhawatiran pemerintah, pemberian BLT bisa menyebabkan masyarakat tidak produktif dan menggunakan uang tersebut untuk membeli barang yang tidak tepat, seperti rokok dan pulsa.

Chatib menyampaikan, studi yang dilakukan oleh Harvard, kecil kemungkinan uang dari BLT digunakan di luar kebutuhan pokok. Sebab nilainya tidak besar.

"Studinya menyebutkan, mereka masih beli beras, karena jumlah yang diterima enggak gede. Rasanya enggak ada yang bela-belain beli pulsa demi enggak makan," paparnya.

Hal ini bisa juga disiasati melalui dana desa. Dari total Rp 60 triliun, sebanyak 50% lebih baik disalurkan untuk kegiatan, bukan pembangunan infrastruktur dasar.

"Itu yang disebut dengan cash forward. Itu suruh saja bersihin selokan, benerin kali pasti dapat uang dan yang penting dia belanja," tegas Chatib. (mkj/dnl)

Hide Ads