"Inalum ini kan yang diwacanakan menjadi leader dalam holding kan. Kita senang juga mendengar PT Inalum siap dari sisi finansial untuk ambil alih 51% saham," kata Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/11/2017).
Inalum beserta deretan holding BUMN pertambangan lainnya seperti PT Timah (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk juga memiliki kemampuan untuk mengelola tambang bawah tanah Freeport Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka juga siap secara teknis meskipun underground mereka ada pengalaman," kata Gus.
Dalam rapat yang berlangsung tertutup antara pemerintah, Freeport Indonesia, dan DPR juga ada usulan pengambilalihan dilakukan setelah kontrak Freeport Indonesia di 2021 mendatang. "Kenapa enggak pilih opsi tunggu saja selesai kontrak di 2021 kan Inalum sudah siap," ujar Gus.
Selain itu, DPR juga menyoroti perkembangan pembangunan smelter yang dijanjikan oleh Freeport Indonesia. Sayangnya, hingga saat ini tidak ada perkembangan yang berarti.
"Ini kan harusnya smelter selesai dalam 5 tahun, tapi kan ada perubahan dan keluar Peraturan Pemerintah (PP) baru. Nah secara fisik sampai 2016 tidak ada progress fisik. Kami minta kepastian smelter ini selesai pada 2022 nanti," ujar Gus.
Gus menambahkan, sampai saat ini Freeport Indonesia baru menunjukkan komitmennya membangun smelter. Belum ada pembangunan fisik yang berarti.
"Baru studi-studi dan komitmen dengan mitranya untuk membangun itu," tutur Gus.
Adapun realisasi biaya smelter sampai September 2017 dengan biaya total yang US$ 1,34 miliar. Persentase progres biaya total sampai September 2017 terhadap biaya project 62%.
Proses persiapan pembangunan meliputi kegiatan perizinan lingkungan, konstruksi, penyiapan lahan, dan rekayasa. Freeport Indonesia juga telah menunjuk Sucofindo sebagai verifikator independen untuk mengawasi rencana dan kemajuan pembangunan smelter yang sementara mencapai 15%. (ara/hns)











































