Yusuf merupakan lahir dari keluarga Betawi pada 19 Desember 1976. Orang tuanya Abdurrahman Mimbar dan Humrifiah, merupakan pasangan yang berkecukupan.
Ustaz yang memiliki nama lahir Jam'an Nurkhatib Mansur itu, sejak kecil dia bekali pendidikan islam. Dia pernah bersekolah di Chairiyah Mansuriyah Jembatan Lima, Tambora Jakarta Barat, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Tsanawiyah. Kemudian dia melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebenarnya pada 1996, dia sudah mulai menjajal bisnis informatika. Namun bisnisnya gagal dan membuatnya terlilit utang hingga masuk penjara selama 2 bulan. Dia juga pernah menjajal bisnis kecil-kecilan berjualan es di terminal Kali Deres.
Dia mulai masuk dunia dakwah ketika bukunya yang berjudul Wisata Hati Mencari Tuhan Yang Hilang laris di pasaran. Awalnya dia sering diundang untuk membedah buku itu, namun lama kelamaan dia diundang untuk berceramah.
Titik Balik Menjadi Pengusaha
Kiprah Yusuf Mansur sebagai pebisnis sebenarnya sudah lebih dulu dilakoni jauh sebelum menjadi seperti sekarang.
Memang kiprahnya menjadi pebisnis mulai dikenal ketika dia menjalankan bisnis penghimpunan dana investasi yang bernama Kondotel Moya Vidi. Dia menjual sertifikat investasi untuk sebuah hotel di Cengkareng.
Namun bisnisnya itu tidak berjalan mulus karena tersandung masalah perizinan. Bahkan Yusuf Mansur sempat diadukan oleh investornya dengan tuduhan penipuan investasi. Namun sejak saat itulah namanya dikenal sebagai pengusaha investasi.
"Kami dulu melakukan spiritnya benar, hanya saja langkahnya yang kami tidak tahu. Bahwa crowd funding ada aturnanya. Tapi setelah itu langsung kami stop," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta.
Pengalaman buruknya di bisnis penghimpunan dana itu tak membuatnya kapok, dia justru semakin terpacu untuk mengembangkan bisnisnya. Dia membangun bisnis network yang bernama Veretra Sentosa Internasional alias PayTren.
Di bisnisnya itu dia kembali tersandung, lagi-lagi karena masalah perizinan. PayTren yang melayani fasilitas pembayaran uang elektronik itu dihentikan oleh Bank Indonesia (BI) lantaran belum mendapatkan izin.
Perizinan kini tengah diurus oleh manajemennya. Dia yakin PayTren akan berjalan mulus, bahkan dia memberikan sinyal bahwa pihaknya
membuka kerjasama dengan Grab yang fasilitas pembayaran elektroniknya juga dihentikan oleh BI.
Yusuf Mansur bahkan kembali melebarkan sayap bisnisnya dengan mendirikan perusahaan manajer investasi syariah yang bernama PT PayTren Aset Manajemen (PAM). Perusahaan itu sudah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 24 Oktober 2017 yang lalu.
Izin tersebut tertuang dalam Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-49/D.04/2017 tentang Pemberian Izin Usaha Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi kepada PT PayTren Aset Manajemen (PAM).
Yusuf selaku pemegang saham utama menargetkan PAM mampu mengumpulkan dana kelolaan (Assets Under Management/AUM) hingga akhir tahun nanti sebesar Rp 500 miliar. Dia yakin target tersebut bisa tercapai meskipun tahun ini hanya menyisakan waktu 1 bulan.
Yusuf Mansur sangat yakin dengan bisnis yang dikembangkannya saat ini. Bahkan saking yakinnya dengan bisnisnya itu, dia bermimpi bisa memiliki perusahaan investasi berskala internasional.
Mengawali mimpinya itu, Yusuf Mansur tengah mencari perusahaan-perusahaan di luar negeri yang hendak diajak kerjasama. Ada satu perusahaan teknologi asing yang tengah didekatinya, namun dia masih enggan mengungkapkannya.
Menurutnya, mimpinya itu bukanlah khayalan belaka. Membeli perusahaan asing bisa dilakukan dengan melakukan penghimpunan dana di Indonesia.
"Ya dengan orang-orang Indonesia ada di kanan, kiri, depan, belakang, saya PD. Karena enggak ada yang mahal kok, Rp 1 triliun itu murah kok bisa bilangan pembaginya Rp 10 juta," terangnya.
Setelah memiliki PAM dan PayTren pembayaran elektronik dan beberapa bisnis lainnya, Yusuf Mansur berniat membuat perusahaan investasi untuk membeli perusahaan-perusahaan yang menjadi mimpinya itu.
"Tujuan kita ingin menjadi sejajar dengan perusahaan investasi besar," tuturnya.
Dia memandang, apa yang menjadi mimpinya itu bukan membuat dirinya menjadi seorang yang kapitalis murni. Dia lebih senang menyebut dirinya sebagai seorang kapital sosialis religius.
Yusuf Mansur bahkan mendambakan Indonesia bisa seperti raja-raja di negara Arab yang banyak melakukan investasi di stadion maupun klub sepak bola ternama di Eropa.
"Dulu saya mikir, ini pangeran Arab apa kebanyakan duit beli-beli klub sepakbola, beli event organizenya F1, beli stadion, ternyata itu cerdas. Akhirnya Qatar yang tidak punya sejarah persepakbolaan kok bisa jadi tuan rumah piala dunia. Kalau kita bikin di Indonesia mantap," tandasnya. (mkj/mkj)