Head of Intermediary Business of Schroders Teddy Oetomo mengatakan, data perekonomian Indonesia yang telah dibukukan pada 2017 menjadi modal penting untuk mencapai target di 2018.
Selain itu, perbaikan ekonomi global juga memberikan dampak positif bagi Indonesia dalam merealisasikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia bilang, sentimen-sentimen dalam merealisasikan ekonomi ke level 5,4% sudah ada seperti dari pertumbuhan ekonomi eropa, Jepang, dan Amerika Serikat yang menunjukkan tren positif, sedangkan dari dalam negeri akan terbantu oleh momen pilkada serentak di 17 provinsi pada 2018.
Selain pilkada, gelaran Asian Games Jakarta-Palembang dan pertemuan internasional IMF-World Bank di Bali juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional di 2018.
Namun, Teddy mengingatkan tekanan ekonomi dalam negeri masih ada terutama dari geopolitik, serta rebalancing yang dilakukan oleh China.
"China itu pasti slowdown, pertumbuhannya masih 6,8%, tapi Eropa recovery, Jepang relatif baik, jadi memang seluruh dunia masuk fase perbaikan," ungkap dia.
Momentum perekonomian yang membaik ini harus dijadikan peluang untuk berinvestasi. Namun perlu diingat, dalam berinvestasi harus memperhatikan bentuk investasi dan profil risiko dari masing-masing instrumennya.
Head of Wealth Management and Retail Digital Business Bank Commonwealth, Ivan Jaya mengatakan, instrumen seperti reksadana memiliki potensi yang paling tinggi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat ke depan. Selain dikelola oleh manager investasi, instrumen ini memiliki tingkat pengembalian yang cukup baik.
Dia bilang, di era ekonomi digital seperti sekarang ini masih banyak masyarakat yang berinvestasi berupa tabungan, membeli emas.
"Salah satu instrumen yang mendukung adalah reksadana, bedanya dengan saham, reksadana dikelola oleh manager investasi, dan setiap reksadana sudah ada temanya, misalnya 2018 ada konsumsi, infrastruktur," ungkap Ivan.
Ivan menyebutkan, jumlah pemegang reksadana di Indonesia baru mencapai 570 ribu atau sekitar 0,7% dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini jauh dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 40%, Thailand mencapai 30%.
Dia mencontohkan seperti dynamic model porfolio yang merupakan sebuah konsep investasi yang tidak hanya fokus pada perpaduan kelas aset berdasarkan profil risiko nasabah, namun juga berdasarkan risiko pasar.
Dynamic model portfolio akan mengumpulkan berbagai informasi pasar, memilah mana yang paling relevan untuk setiap nasabah berdasarkan profil risiko dan tujuan investasi.
"Nasabah pun dapat menggerakkan asetnya secara dinamis, tidak harus sama dengan proporsi investasi yang ditentukan di awal," tukas dia. (zlf/zlf)