Menurut mereka, harga jual gabah saja kerap turun setiap kali musim panen karena banyak gabah petani yang tak mampu diserap oleh Bulog. Apa lagi, jika impor beras itu terjadi.
"Jelas kami tidak setuju karena di sini, setiap musim panen saja kadang harga turun. Apa lagi kalau impor beras itu terjadi," kata salah seorang petani, Muhammad Nur, Kamis (18/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rata-rata setiap hektarenya, kita bisa mengeluarkan biaya produksi itu hingga Rp 5 juta. Itu juga belum ditambah jika ada hama atau banjir," lanjutnya.
Keuntungan yang sangat tipis, menurutnya, membuat para petani berfikir untuk mengurangi luas lahan produksi pertanian. Selain untuk meminimalisir modal, mereka juga menghemat tenaga.
Senada dengan hal itu, Kepala Dinas Pertanian Maros, Muhammad Nurdin berharap agar beras impor yang direncana pemerintah, tidak masuk ke wilayah lumbung beras seperti di Maros.
"Kalau memang tetap ada impor, kita harapkan itu tidak masuk ke sini karena akan berpengaruh pada harga jual petani. Kita di sini setiap tahunnya surplus dan stoknya juga masih banyak," terangnya.
Panen padi
Sementara itu, masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan malah sedang menikmati hasil sawah sendiri. Hal ini disampaikan Bupati OKI, Iskandar saat mengukuhkan Forum Sahabat Petani di wilayahnya.
Iskandar mengaku petani saat ini sedang menikmati beras dari hasil panen yang melimpah dan melebihi kebutuhan pokok masyarakat.
"Kalau total konsumsi beras masyarakat kita itu sebesar 97.03 ton per tahun atau sekitar 8,08 ton perbulan. Itu artinya petani kita mempu mengatasi kebutuhan masyarakat lokal di OKI. Bahkan beras kita surplus 361.670 ton," kata Iskandar kepada wartawan di GOR Perahu Kajang, Kamis (18/1/2018).
Untuk kelebihan beras petani ini, dilanjutkan Iskandar, akan dikirim ke beberapa kabupaten/kota yang ada di Sumatera Selatan. Hal ini untuk menutup kebutuhan pokok masyarakat di Bumi Sriwijaya dan meningkatkan kesejahteraan petani.
"Sekarang kan hasil beras petani kita sudah melimpah, kebutuhan masyarakat tentu sudah cukup dan nanti ini kita kirim juga ke daerah lain. Selain kebutuhan terpenuhi, kesejahteraan petani juga akan meningkat," sambungnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Holtikultura OKI, Syarifudin mengatakan produksi padi di OKI pada tahun 2017 tercatat sebesar 764.508 ton gabah kering giling (GKG). Setelah dikonversi akan menjadi beras siap konsumsi sebesar 458.705 ton.
"Terakhir panen itu Desember lalu, dari lahan seluas 25.250 hektare saja mampu memproduksi 760 ton. Ketersediaan ini diprediksi akan bertambah mengingat pada pertengahan Februari hingga Maret akan memasuki masa panen raya dan dipastikan dapat dikirim ke daerah lain," kata Syarifudin. (hns/hns)