Kementan Prediksi Panen Raya Capai 2,25 Juta Hektare

Kementan Prediksi Panen Raya Capai 2,25 Juta Hektare

Niken Widya Yunita - detikFinance
Selasa, 13 Feb 2018 20:40 WIB
Ilustrasi Panen (Foto: detik)
Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi mengatakan, puncak panen raya pada Maret mencapai 2,25 juta hektare (ha). Beras panen raya di Jawa Tengah dan Jawa Timur kini sudah mulai masuk pasar lokal dan pasar antar provinsi.

"Untuk diketahui panen pada Februari ini di Jawa Tengah seluas 335 ribu ha dan di Jawa Timur 235 ribu ha. Secara nasional total panen Februari 1,65 juta ha dan puncak panen raya pada Maret mencapai 2,25 juta ha," ujar Suwandi, dalam keterangan tertulis dari Kementan, Selasa (13/2/2018).

Menurut Suwandi, saat ini Tim Serap Gabah Petani (Sergap) bersama Bulog gencar menyerap gabah petani agar harga tidak jatuh. Gudang-gudang Bulog akan diisi dari beras petani dengan target minimal 2,2 juta ton pada panen raya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sementara itu, berdasarkan informasi dari Kementan, Direktur Foot Station, Arief Prasetyo mengatakan saat ini stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) masih menggunakan beras lokal. Beras impor saat ini belum masuk ke Cipinang.

Arief berharap, panen saat ini berjalan lancar. "Saya sudah melihat panen di Demak, Kudus, Karanganyar, Pablengan. Bahkan semua Jawa Tengah sedang panen, memang hasil panenannya lebih banyak mengisi gudang daerah setempat," kata Arief.

Data dari Kementan, Senin (12/2/2018) beras masuk ke Cipinang 5.000 ton yang sebelumnya 1000 ton. Itu artinya berangsur ada peningkatan.


Sebelumnya Eks Menteri Pertanian Bungaran Saragih angkat bicara mengenai anjloknya harga gabah petani yang belum sebanding dengan penurunan harga beras di pasaran. Padahal, beras impor 500 ribu ton dari negara tetangga belum masuk.

"Kan (problem harga) ini dipengaruhi dua kekuatan. Pertama, kekuatan pengaruh impor beras yang sudah mau dan akan masuk. Kedua, pengaruh dari panen raya. Jadi kala panen naik dan impor masuk, harga beras dan padi (gabah) turun. Jadi ini soal timing saja," kata Bungaran.

Namun yang menjadi problem, kata dia, yang dijual petani ini kebanyakan adalah gabah, bukan beras. Sehingga ketika terjadi panen raya yakni saat produksi meningkat, sementara impor belum sepenuhnya masuk, menjadi dalih pedagang atau perusahaan penggilingan padi belum mau buru-buru beli gabah petani dan tetap mempertahankan stoknya yang masih ada. Apalagi gabah ini termasuk komoditas pertanian yang bisa bertahan cukup lama.

"Namanya pedagang kan pasti hitung untung rugi. Makanya kita jangan andalkan pedagang tapi pemerintah pemerintah masuk ke dalamnya. Bulog ini walau sendirian dengan stok di bawah 10 persen saja sebenarnya sudah bisa berpengaruh ke harga," katanya.

Cara pedagang yang menunggu timing ini pula, yang menurutnya, menjadi penyebab gabah anjlok. Sementara di sisi lain harga beras penurunannya tidak terlalu signifikan.

"Gabah ini juga kan tidak langsung masuk ke konsumen, harus diubah dulu jadi beras, kemudian dibawa ke kota. Nah ini kan butuh waktu. Belum jadi suplai di level konsumen, (tapi) impornya sudah mau masuk. Tapi nanti ini pengaruhnya di petani. Gabah turun, harga beras turun, kalau panen sudah sempurna dan impor sudah masuk. Jadi soal timing saja di mana kecenderungannya nanti akan merugikan petani," katanya.

Menanggapi belum maksimalnya beras yang masuk ke PIBC, pedagang beras Pasar Cipinang, Billy menilai belum stabilnya pasokan beras ke Cipinang lebih dikarenakan daerah-daerah yang panen raya lantaran mengisi pasar sendiri terlebih dulu.

"Inikan untuk isi daerah sendiri. Misal Kabupaten Sragen, tempat saya. Itu untuk isi pasar Solo sekitarnya. Panen rayanya juga inikan nanti masuk akhir-akhir Februari dan awal Maret ini. Tapi mudah-mudahan cuaca bagus. Jenuh juga kita harga tinggi terus. Modal gede untung kecil. Tiap hari juga satgas ngecek gudang-gudang kita," kata Billy. (nwy/hns)

Hide Ads