"Memang untuk laba di kuartal IV 2017 saja juga lebih rendah dari kuartal IV 2016 yang mampu membukukan laba lantaran melakukan efisiensi dari karyawan," tutur Dirut Garuda Pahala N Mansury di Kantor Garuda Indonesia, Kebon Sirih, Jakarta, Senin (26/2/2018).
Di kuartal IV-2017 saja, Garuda Indonesia hanya mampu mengantongi laba bersih sebesar US$ 8,5 juta. Angka itu turun 83,9% dari capaian laba bersih di kuartal IV-2016 saja sebesar US$ 53 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu pendapatab operasi Garuda Indonesia tercatat naik 8,1% dari US$ 3,86 miliar menjadi US$ 4,17 miliar. Pendapatan itu paling besar masih disumbang dari pendapatan penerbangan berdjawal sebesar US$ 3,4 miliar.
Sayanya total pengeluaran perseroan naik 13% dari US$ 3,7 miliar menjadi US$ US$ 4,25 miliar. Kenaikan yang paling besar dari biaya bahan bakar yang naik 25% dari US$ 924 juta menjadi US$ 1,15 miliar.
"Biaya fuel memang naik cukup signifikan. Jadi di luar biaya fuel masih bisa kita tekan. Di luar itu pendapatan kita juga terpengaruh dari adanya disrupsi seperti erupsi Gunung Agung yang tentunya mempengaruhi jumlah penumpang," kata Pahala.
Sepanjang 2017 penumpang Garuda secara grup mencapai 36,2 juta penumpang. Angka itu terdiri dari penumpang Garuda Indonesia sebanyak 24 juta naik sedikit dari tahun sebelumnya 23,9 juta penumpang. Sementara penumpang Citilink naik dari 11,1 juta menjadi 12,3 juta penumpang. (dna/dna)