"Sejak awal Februari sampai dengan hari ini, kita lihat mata uang negara maju, mata uang kuat semuanya merah atau melemah," terang Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Doddy Zulverdi di kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (1/3/2018).
Dia menjelaskan, mata uang Swedia mengalami pelemahan cukup dalam hampir 5%, Australia mendekati 4%, Norwegia 2,5 %. Bahkan, mata uang Eropa sekitar 1,7 %.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mata uang negara lainnya juga sama. Dia menyebut pada periode yang sama, Hungaria melemah 2,9 %, Korea Selatan 1,4%, Brasil 1,9 %, India 2,4%, Indonesia 2,8 %.
"Hampir tidak ada mata uang di dunia tidak terkena dampak, yang justru menguat adalah yen, karena yen selama ini dipandang sebagai safe heaven," tutupnya.
Baca juga: Dolar AS 'Perkasa' di Asia |
Dia menambahkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipicu rencana Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga.
"FOMC muncul di akhir Januari dan menunjukkan pernyataan assessment lebih, menunjukkan The Fed lebih yakin menaikkan suku bunga, membuat market melakukan penyesuaian terhadap ekspektasi suku bunga ke depan," terang Doddy. (hns/hns)