Mengutip Reuters, penguatan dolar AS terjadi karena pengaruh pidato Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell. Dalam pidatonya ia optimis terhadap perekonomian AS serta tingkat inflasi yang masih bisa meningkat. Dengan pidato Powell pasar berspekulasi jika The Fed masih akan meningkatkan suku bunga sebanyak empat kali.
Namun pelaku pasar juga mengindikasikan pidato Powell bahwa suku bunga The Fed bisa lebih tinggi dari perkiraan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"FOMC muncul di akhir Januari dan menunjukkan pernyataan assessment lebih, menunjukkan The Fed lebih yakin menaikkan suku bunga, membuat market melakukan penyesuaian terhadap ekspektasi suku bunga ke depan," kata Doddy di Kantor BI.
Hal itu dikombinasikan dengan kesepakatan dalam kongres di AS di mana adanya ruang defisit AS mencapai US$ 200 miliar.
"Otomatis defisit fiskal semakin besar akan makin banyak penerbitan obligasi di AS, supply bond makin membengkak," jelas Doddy.
Bukan hanya itu, pelemahan tersebut dipicu oleh data-data positif di AS yang dirilis sejak awal Februari. Data tersebut seperti upah, tenaga kerja, produksi, dan sebagainya. Hal ini menambah keyakinan pelaku pasar jika The Fed akan menaikkan suku bunga.
"Kemudian semakin menambah keyakinan pasar kenaikan suku bunga di AS akan naik," ujarnya.
Begini selengkapnya:
Penguatan Dolar Juga Terjadi di Negara Lain
Foto: Agung Pambudhy
|
Dolar juga menguat terhadap Hong Kong dolar (HKD) 0,01 ke 7,827, kemudian terhadap Singapore Dolar (SGD) menguat 0,03 ke 1,325.
BI mencatat mata uang mata uang di dunia melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan tidak hanya pada mata uang negara berkembang, tapi juga negara maju.
"Sejak awal Februari sampai dengan hari ini, kita lihat mata uang negara maju, mata uang kuat semuanya merah atau melemah," terang Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Doddy Zulverdi.
Dia menjelaskan, mata uang Swedia mengalami pelemahan cukup dalam hampir 5%, Australia mendekati 4%, Norwegia 2,5 %. Bahkan, mata uang Eropa sekitar 1,7 %.
"Seluruh mata uang dunia, termasuk mata uang yang selama ini kita kenal sebagai mata uang kuat, melemah," Jelas Doddy.
Mata uang negara lainnya juga sama. Dia menyebut pada periode yang sama, Hungaria melemah 2,9 %, Korea Selatan 1,4%, Brasil 1,9 %, India 2,4%, Indonesia 2,8 %.
"Hampir tidak ada mata uang di dunia tidak terkena dampak, yang justru menguat adalah yen, karena yen selama ini dipandang sebagai safe heaven," tutupnya.
Rupiah Tak Sesuai Fundamental
Foto: Ari Saputra
|
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi mengatakan, pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor global. Dia menilai, fundamental ekonomi Indonesia cenderung positif dilihat dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca pembayaran, cadangan devisa, dan lain sebagainya.
"Ini global adjusment tapi sebetulnya dari sisi domestik ada yang seharusnya membuat lebih kuat," kata di BI.
Melihat kondisi yang sekarang, Doddy menilai nilai rupiah terlalu rendah. Seharusnya, dia mengatakan, rupiah bisa lebih kuat.
"Kami di BI melihat level sekarang terlalu lemah. Karena sebenarnya fundamental domestik, ruang supaya tidak melemah seperti sekarang besar. Ini murni koreksi global yang berdampak buruk kepada nilai tukar," sambungnya.
Perihal nilai tukar yang sesuai dengan fundamental, Doddy enggan menjawab. Dia berharap, nilai tukar rupiah segera kembali menguat.
"Jadi boleh dikata level sekarang ini, angka tidak sesuai fundamental. Harusnya bisa kembali kuat, karena banyak variabel domestik sebenernya mendukung fundamental kita," ujar dia.
Dolar Dibanderol Rp 13.700an di Money Changer
Foto: Ari Saputra
|
Dari pantauan detikFinance di tempat penukaran uang asing PT Ayu Masagung, Jakarta, dolar AS dijual seharga Rp 13.780 sedangkan untuk harga beli Rp 13.730.
"Biasanya harga jual dan harga beli beda 50 poin," kata salah satu petugas, Windy di Money Changer Ayu Masagung, Jakarta, Sabtu pekan lalu.
Dia menjelaskan kenaikan dolar AS terhadap Rupiah terjadi sejak hari rabu lalu. Meskipun harga naik, tak ada antrean berarti di money changer yang terletak di lantai dua toko Buku Gunung Agung ini.
Ada tiga orang yang bertugas melayani penukaran dan penukar datang silih berganti.
BI menyebutkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipicu rencana Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga.
Selain itu pelemahan dipicu oleh data-data positif di AS yang dirilis sejak awal Februari. Data tersebut seperti upah tenaga kerja, produksi dan sebagainya.
Selain itu, money changer di jalan Sabang, Uda Metro Exchange, memberikan harga jual dolar AS Rp 13.780 dan harga beli Rp 13.550. Salah satu petugas menyebutkan meskipun ada penguatan dolar AS namun penukaran masih terbilang normal.
"Yang tukar masih biasa saja, sama dengan hari biasa," kata dia saat ditemui di money changer.
Belum Mengkhawatirkan
Foto: Ari Saputra
|
"Nggak (mengkhawatirkan), sebenarnya kurs baru mulai mengkhawatirkan kalau rupiah melemah, IHSG melemah," kata Darmin.
Jika rupiah melemah dan IHSG melemah, kata Darmin menjadi tanda bahwa orang atau investor menjual saham dan instrumen keuangan lainnya, seperti obligasi dan lain sebagainya.
"Yang terjadi bukan itu, artinya mungkin ada yang sudah jual, yang beli ada dari dalam juga. Sehingga dampaknya, tidak membuat pelemahan yang berkelanjutan," ungkap dia.
Jika itu terjadi, Darmin juga mengungkapkan pemerintah masih memiliki Bank Indonesia untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Jadi kita masih punya BI. Sebelum itu pun kita bisa mengatakan penjualan asing terhadap surat berharga kita belum banyak, buktinya IHSG-nya kuat, kecuali kalau IHSG mulai turun terus, nah ini Bank Indonesia harus mulai mengambil langkah kenceng," ujar dia.
Pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini lebih disebabkan oleh sentimen negatif dari global salah satunya pidato yang perdana Gubernur The Fed Jerome Powell di hadapan kongres AS.
"Secara fundamental ekonomi kita lihat nggak ada persoalan, tapi kan ada pemicunya, Powell ngomong begini ngomong begitu menaikkan empat kali (FFR), belum tentu sebenarnya. Tapi kan orang udah mulai pasang kuda-kuda. Mereka kan akan menaikkan, tapi karena belum menaikkan ya (rupiah) naik dulu dikit, tapi kan nanti akan tenang lagi. Kalau dinaikkan ya nanti ada riak-riak sedikit, bukan gejolak lah," kata Darmin.
Halaman 2 dari 5