"Ini terancam karena, kemarin dan hari ini dapat laporan beberapa industri berhenti produksi minggu depan, karena kekurangan garam. Industri ini akan berhenti produksi sambil menunggu bahan baku garam, ada juga industri yang stoknya tinggal 2 minggu lagi. Jadi kita sudah sampaikan, padahal kebutuhan garam ini kebutuhan kecil sekali," tuturnya di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (8/3/2018).
Adhi mengungkapkan beberapa perusahaan yang terancam menghentikan produksinya adalah produsen mie instan hingga biskuit. Dia menjelaskan, sebenarnya garam merupakan komponen yang kecil dari biaya produksi. Dia mencontohkan untuk produk mie instan seharga Rp 2.000, biaya untuk garam hanya sekitar Rp 2 sampai Rp 5.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski nilainya kecil, namun garam merupakan bahan baku yang paling penting dan tidak bisa digantikan, jika tidak ada pasokan produksi tak bisa jalan.
"Jadi izin impor Januari sampai sekarang belum keluar. Padahal kita sampaikan sejak tahun lalu dan sangat disayangkan, kontribusi mamin besar. Jangan sampai gara-gara kecil, jadi besar. Kalau misalnya antar kementerian belum sepakat, dan ketemu yang diperkirakan salah satu menteri jumlah tidak sebesar itu, silahkan dikeluarkan dulu," tambahnya.
Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan kuota impor garam industri tahun ini sebesar 3,7 juta ton. Menurut Adhi, porsi untuk industri mamin sekitar 460 ribu ton.
"Kami sampaikan ke Menko, Mendag dan Menpeirn kebutuhan kita 535 ribu ton, tp dibulatkan 550 ribu ton. Kemudian ada persetujuan dalam rapat industri mamin diberikan 460 ribu ton. tu sangat kecil dibandingkan 3,7 juta ton, boleh dikatakan 15% aja," kata Adhi.
Adhi berharap agar pemerintah segera mengeluarkan izin impor. Sebab para pelaku industri mamin harus menyiapkan produksi untuk menghadapi Ramadan dan Lebaran.
"Kalau minggu ini keluar izin mesti ada transaksi jual beli, kan itu butuh perjalanan kapal kan. Ini kritis sekali," pungkasnya. (hns/hns)