Upaya Perbaikan Jalur Pantura Lepas dari Stigma 'Proyek Abadi'

Wawancara Khusus Dirjen Bina Marga

Upaya Perbaikan Jalur Pantura Lepas dari Stigma 'Proyek Abadi'

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 12 Mar 2018 10:26 WIB
Foto: Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto. (Bartanius Dony/detikcom)
Jakarta - Pandangan proyek abadi melekat erat pada Jalan Pantai Utara Jawa atau biasa disebut Pantura. Bagaimana tidak, jalan nasional yang membentang di wilayah utara ini sering mengalami perbaikan.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengklaim, sering rusaknya Pantura disebabkan oleh truk-truk yang melintas. Parahnya, mayoritas truk yang melintas kelebihan muatan.

Meski begitu, pemerintah tak tinggal diam. Pemerintah menyatakan sedang mencari jalan supaya kerusakan tak berlanjut. Dari melakukan pengontrolan terhadap truk yang melintas hingga menyiapkan alternatif jalan untuk truk tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas bagaimana kesiapan jalan tersebut untuk mudik? Apa langkah pemerintah selanjutnya? Berapa biaya yang dikeluarkan pemerintah?

Untuk mendapat penjelasan lebih lengkap, detikFinance mewawancarai Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto. Berikut kutipan wawancaranya saat meninjau Tol Semarang-Batang pekan lalu:

Bagaimana Pantura menghadapi mudik, sementara Pantura sendiri dianggap proyek abadi. Apa sebabnya dan bagaimana tindakannya?

Jadi gini, problem-nya satu, kita masih punya problem dengan kelebihan beban. Kalau tadi malam jalan itu kan, sebagian besar kan truk-truk dan semuanya oversize, overload. Makanya kita kerja sama dengan Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat kita mengaktifkan lagi jembatan timbang. Di mana jembatan timbang dulu dibilangnya itu adalah sumber pungli, kita sekarang Dirjen Perhubungan Darat meng-hire profesional dari Sucofindo dan Surveyor Indonesia. Dan untuk kontribusi PUPR adalah bikin jalur pendekatnya, perlambatan dan percepatan supaya nggak ganggu traffic juga. Karena akan dipasang weigh in motion, jadi ada timbangan, jalan, yang berlebih timbang teliti. Yang nggak jalan terus supaya bisa efektif. Kita akan masang juga alat timbang di jembatan-jembatan yang ada. Jembatan yang ada kita pasang alat supaya kita tahu profesional nggak teman-teman.

Yang kedua, sebetulnya teman-teman bilang sudah nggak bisa flexible pavement seperti harus pakai beton semuanya. Beton yang bagus dan sistem drainase bagus. Hanya saya nggak bisa sekarang karena beton itu kan ada curing time cukup lama, macet-macet ke mana-mana. Makanya tadi saya lapor Pak Menteri, setelah jalan tol jadi kan ada alternatif itu akan saya akan perbaiki.

Sekarang masih kelihatan overload?

Banyak sekali, hasil studi kita 70% overload semuanya sampai sekarang. Truk-truk itu overload semua dan itu daya rusaknya tinggi sekali. Dan kondisi ini lebih diperburuk lagi, karena di Pantura semuanya tanahnya endapan, tanah lunaknya dalam sekali, sehingga pondasinya nggak bisa firm kuat, dia turun terus, muka air tinggi. Sekarang sistem drainase terpengaruh.

Sekarang sistem drainasenya dulu kita perbaiki, kalau pasang pompa ya pasang pompa, yang kedua tadi pembatasan beban, yang ketiga akan kita tingkatkan setelah jalan tol jadi. Setelah diskusi Pak Menteri bagaimana membujuk truk-truk masuk jalan tol.

Problemnya gini, dulu perkiraan kita kan 60% truk itu akan masuk tol setelah Cipali jadi, ternyata nggak, tetap. Kita pelajari tadi kenapa, karena truk ini nggak perlu cepat dan jalannya kan datar.

Kedua pola transportasinya beda, jarang sekali Jakarta-Semarang atau Jakarta Surabaya. Semuanya dekat-dekat dari Jakarta ke Cirebon, di situ nurunin muatan, cari muatan lagi. Dari Cirebon sampai Tegal nurunin lagi, Tegal ke Pekalongan, Pekalongan Semarang. Jadi kan kalau masuk tol nggak worth. Sehingga dia tetap di jalanan nasional.

Istirahat lebih gampang, kalau tol sampai ke rest area. Berbeda kondisinya katakanlah Purbaleunyi, hampir semua masuk tol karena jalan nasional tanjakannya tinggi-tinggi dan tikungannya tajam-tajam, dia nggak bisa overload di situ sehingga lewat Purbaleunyi kan enak, tanjakannya lebih landai, lurus-lurus.

Studi PUPR berapa truk yang operasi?

70% semuanya, dari total 100%. Jadi 100% populasi truk berdasarkan data jembatan sebagai jembatan timbang, 70% di ruangan saya ada begitu lewat warnanya merah, dia overload, sebenarnya kita tahu, nomornya berapa, dan lain-lain. Ini akan kita tertibkan juga.

Dampaknya juga jelek, hal ini mengakibatkan kereta api, kapal tidak kompetitif. Karena ini seolah-olah disubsidi oleh pemerintah. Kalau ini fair pasti angkutan laut jadi laku, karena kalau di laut jalannya laut sendiri. Tinggal hitung gaya apung.

Jembatan timbang kemarin sudah ada dampaknya?

Belum, kita bangun di Balonggandu ada beberapa jembatan kita bangun lagi. Dampaknya overload juga banyak. Sekarang itu 1 truk setara 7 satuan mobil penumpang. Kalau dia overload kan jadi lambat manuver susah bisa jadi 15 satuan mobil penumpang. Artinya volume jalan penuh, jadi bikin macet. Kemudian daya rusaknya pangkat 4, kelebihan itu misalnya kita kelebihan dua kali, daya rusaknya 2 pangkat 4 jadi 16 kali dibandingkan biasa. Itu membuat Pantura cepat rusak. Sementara ini kita hold in kita tambal dulu.

Masih tambal terus sampai sekarang?

Sebagian seperti itu, tapi yang ada pararelnya di Pamanukan, di Karawang Barat kita akan perbaiki total tahun ini. Tapi setelah Lebaran, kalau ini sekarang macet total. Tapi kan nggak semuanya.

Hanya yang penting-penting diperbaiki?

Tapi nanti bertahap kita perbaiki semuanya, karena perbaikan yang dilakukan sekarang rekonstruksi supaya mempertahankan, artinya menaikkan atau menurunkan kondisinya saja. Kalau load-nya dan lain-lain sudah nggak memadai

Yang rawan ambles?

Hampir semuanya, dari Jakarta sampai Semarang. Hanya dari sampai Bekasi semuanya kan sebagian besar naik ke tol, masuk tol. Yang parah itu yang setelah industrial area dan setelah Cikampek itu sedikit masuk Cipali semuanya lewat Pantura semuanya. Polanya seperti itu.

Anggarannya berapa?

Saya nggak hafal. Tapi seluruh Indonesia alokasi dana untuk preservasi 57% dari dana yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.

Anggaran Bina Marga berapa?

Lebih kurang Rp 42 triliun. Tapi memang harus kita pelihara tapi sayang juga sebentar rusak, artinya kalau pelihara 10 tahun bisa oke, minimum lima tahun. Tapi sekarang kan sudah dua tahun rusak lagi, karena itu tadi, sayang kan. Jadi uang itu bisa pakai untuk mengembangkan angkutan kereta api atau angkutan kapal laut.

Perbaikan penggantian beton di Pantura setelah tol jadi?

2018 secara bertahap, skenario begitu, supaya nggak bikin macet. Kita arahkan bisa masuk tol. Kalau sekarang macet habis-habisan. (zul/ara)

Hide Ads