Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, ada oknum yang bermain dengan harga ekspor yang ditetapkan. Syarif menyebut pemerintah menerapkan satu harga batu bara untuk kepentingan ekspor dan satu harga lainnya untuk kepentingan listrik dalam negeri.
"Ternyata dalam laporan tadi itu, ada yang pura-pura membeli untuk dalam negeri, tetapi dibocorkan sebagian untuk kepentingan ekspor," ungkap Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (15/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi perlu kami sampaikan, untuk menjaga kepentingan nasional, jadi batu bara itu jangan diekspor semuanya. Karena itu perlu adanya perlakuan khusus untuk kepentingan dalam negeri khususnya untuk ketenagalistrikan," imbuh Syarif.
Hal inilah yang dibahas KPK dengan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng. Selanjutnya, Syarif berharap akan ada pertemuan tindak lanjut yang melibatkan tidak saja Kementerian ESDM, tetapi juga Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, serta Ditjen Bea Cukai di KPK.
"Agar tujuan pemerintah untuk elektrifikasi ini berjalan dengan baik dan tidak ada jadi gagal pasok terhadap PLN," ucap Syarif lagi.
Andy, dalam kesempatan yang sama mengungkap adanya kecenderungan orang memilih harga lebih tinggi karena tujuan ekspor. Dia tidak ingin sampai terjadi gagal pasok, pasalnya 58,8% kebutuhan listrik untuk energi primer datang dari batu bara.
"Kalau sampai itu banyak kegagalan pasok dari batu bara, menyebabkan banyak listrik-listrik tak berfungsi. Jadi kami minta pengawalan dan ini juga hasil litbang dari KPK," tutur Andy.
Selain Andy, turut hadir pula Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono. Dia juga berkonsultasi dan meminta pengawalan KPK soal terminasi terhadap PT Asmin Kualindo Tuhup, namun malah ditentang PTUN.
Terminasi itu disebut Bambang sudah dilakukan sesuai prosedur dengan mengeluarkan peringatan sebanyak 3 kali jika terjadi kesalahan. Setelah itu, diberikan jangka waktu tertentu agar perusahaan melakukan perbaikan. Tetapi menurut Bambang, peringatan itu tidak diindahkan.
Baca juga: Harga Batu Bara Diatur, PTBA Genjot Ekspor |
"Nah, dalam hal ini karena kesalahan tak diperbaiki kita melakukan terminasi. Akibat terminasi, kita digugat di PTUN kemudian ada putusan sela. Dalam putusan sela, interpretasi kami itu tidak melakukan kegiatan. Karena memang di situ tidak jelas yg menyatakan bahwa perusahaan tetap dapat beroperasi," ucap Bambang.
Dia lalu meminta pengawalan KPK untuk menyelesaikan proses hukum ini. "Kemarin, sehubungan dengan tertangkapnya tongkang yang mengangkut itu, kami minta kita berkoordinasi dengan KPK untuk menyampaikan laporan sehubungan dengan penegakan hukum. Itu saja, kami mohon dikawal," tutupnya. (nif/ara)